"Allah itu telah mengutus engkau menjadi hakim dan pembela. Ia berfirman:
"Siapakah yang mengangkat engkau menjadi penguasa dan hakim atas kami?
Begitu juga engkau hendak membunuh aku, seperti engkau membunuh orang Mesir itu kemarin?"
Ayat ini diambil dari Kitab Kisah Para Rasul pasal 7, ayat 35, yang merupakan bagian dari khotbah panjang yang disampaikan oleh Stefanus sebelum ia mati syahid. Dalam ayat ini, Stefanus sedang menceritakan kembali sejarah bangsa Israel, menekankan bagaimana Tuhan terus hadir dan bekerja melalui para pemimpin yang diutus-Nya. Stefanus merujuk pada momen ketika Musa, setelah melarikan diri dari Mesir, kembali untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan.
Pernyataan "Allah itu telah mengutus engkau menjadi hakim dan pembela" menunjukkan pengakuan atas otoritas ilahi yang diberikan kepada Musa. Musa tidak bertindak atas inisiatifnya sendiri, melainkan diperlengkapi dan diutus oleh Tuhan. Peran ganda ini, sebagai hakim dan pembela, menegaskan bahwa Musa diberi kuasa untuk menegakkan keadilan dan membela umat Tuhan dari penindasan. Ia adalah perpanjangan tangan Tuhan dalam upaya membebaskan umat-Nya dari penderitaan yang panjang di Mesir.
Namun, kehadiran Musa sebagai pemimpin tidak serta merta diterima tanpa syarat. Stefanus melanjutkan dengan mengutip pertanyaan yang diajukan kepada Musa: "Siapakah yang mengangkat engkau menjadi penguasa dan hakim atas kami? Begitu juga engkau hendak membunuh aku, seperti engkau membunuh orang Mesir itu kemarin?". Pertanyaan ini mencerminkan keraguan dan penolakan yang dihadapi Musa bahkan dari bangsanya sendiri. Sebagian dari bangsa Israel, pada awalnya, belum sepenuhnya memahami atau menerima mandat ilahi yang diemban Musa.
Bagian "seperti engkau membunuh orang Mesir itu kemarin" merujuk pada insiden di mana Musa membunuh seorang pengawas Mesir yang menganiaya seorang budak Ibrani (Keluaran 2:11-14). Peristiwa ini menjadi titik balik dalam kehidupan Musa, memaksanya melarikan diri dan kemudian menjadi awal dari panggilannya yang lebih besar. Bagi sebagian orang Israel, tindakan Musa ini mungkin terlihat sebagai kekerasan yang tidak dapat dibenarkan, sehingga mereka meragukan kemampuannya untuk memimpin dan menegakkan keadilan.
Kisah ini membawa beberapa pesan penting. Pertama, menunjukkan bahwa para pemimpin yang dipilih Tuhan seringkali menghadapi penolakan dan keraguan, bahkan dari orang-orang yang seharusnya mereka pimpin. Perjuangan Musa adalah pengingat bahwa pelayanan yang otentik tidak selalu mulus. Kedua, ayat ini menegaskan bahwa otoritas yang sesungguhnya datang dari Tuhan. Musa, meskipun pernah melakukan kesalahan, adalah pilihan Tuhan untuk tugas yang besar. Ketiga, ini adalah gambaran awal tentang bagaimana Tuhan bekerja untuk membebaskan umat-Nya melalui perantaraan manusia. Musa adalah tipologi Kristus, yang juga datang sebagai Hakim dan Juruselamat agung bagi umat manusia.
Dalam konteks khotbah Stefanus, ayat ini digunakan untuk menunjukkan pola ketidakpercayaan dan penolakan bangsa Israel terhadap para utusan Tuhan sepanjang sejarah mereka. Stefanus ingin para pendengarnya menyadari bahwa mereka sedang mengulangi kesalahan leluhur mereka dengan menolak Yesus Kristus, yang adalah Utusan Allah yang terbesar. Kisah Rasul 7:35 menjadi saksi bisu tentang kompleksitas pelayanan, pentingnya iman dalam menghadapi keraguan, dan kedaulatan Tuhan dalam memilih dan mengutus para pembela-Nya.