Ayat ketigapuluh enam dari pasal ketujuh Kitab Para Rasul ini adalah bagian krusial dari pidato pengadilan yang disampaikan oleh Stefanus. Dalam kesaksiannya yang penuh semangat dan keberanian, Stefanus menyoroti peran sentral Musa sebagai utusan Allah yang dipilih untuk membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir. Frasa "Dialah yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir" bukan sekadar narasi historis, melainkan penekanan pada kuasa ilahi yang bekerja melalui hamba-Nya. Allah tidak hanya memanggil Musa, tetapi juga melengkapi dan memampukannya untuk melaksanakan tugas yang luar biasa ini.
Perjalanan umat Israel keluar dari Mesir bukanlah perjalanan biasa. Stefanus mengingatkan pendengarnya akan serangkaian peristiwa luar biasa yang menyertainya. "dan melakukan keajaiban serta tanda di tanah Mesir" merujuk pada sepuluh tulah yang menimpa Mesir, yang menunjukkan superioritas Allah Israel atas dewa-dewa Mesir, serta pemisahan Laut Merah yang memungkinkan mereka melarikan diri dari kejaran Firaun. Keajaiban-keajaiban ini berfungsi sebagai bukti nyata dari kehadiran dan campur tangan Allah dalam sejarah umat-Nya. Mereka adalah tanda-tanda yang menegaskan bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu, termasuk alam dan penguasa duniawi.
Namun, kisah kelepasan ini tidak berhenti di situ. Stefanus melanjutkan dengan menyebutkan periode penting berikutnya: "di Laut Merah dan di padang gurun empat puluh tahun lamanya." Empat puluh tahun di padang gurun adalah periode ujian, pengajaran, dan pembentukan identitas bangsa Israel. Selama masa penantian yang panjang ini, Allah terus-menerus menunjukkan pemeliharaan-Nya. Ia memberikan manna sebagai makanan, air dari batu karang, dan tuntunan melalui tiang awan di siang hari dan tiang api di malam hari. Ini adalah masa di mana umat Israel diajar untuk bergantung sepenuhnya kepada Allah, bahkan di tengah kondisi yang paling sulit dan tandus.
Konteks Rasul 7:36 ini sangat penting karena Stefanus sedang berbicara kepada para pemimpin agama Yahudi yang menolak Yesus sebagai Mesias. Dengan mengingatkan mereka pada tindakan-tindakan besar Allah di masa lalu melalui Musa, Stefanus sedang membangun sebuah argumen: Jika Allah begitu kuat dan setia dalam membebaskan umat-Nya dari perbudakan Mesir dan membimbing mereka di padang gurun, maka sudah sepatutnya mereka mengenali dan menerima utusan-Nya yang baru, yaitu Yesus Kristus. Keajaiban dan tanda yang dilakukan Musa adalah prekursor dari pekerjaan yang lebih besar yang dilakukan oleh Yesus. Penolakan terhadap Yesus berarti penolakan terhadap Allah yang sama yang telah melakukan semua keajaiban itu.
Pidato Stefanus ini, seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul, menunjukkan bagaimana sejarah dapat ditafsirkan kembali untuk menegaskan kebenaran Injil. Kisah Musa yang memimpin umat Israel keluar dari Mesir dan melalui padang gurun adalah gambaran bagaimana Allah senantiasa bekerja untuk membebaskan umat-Nya dan membimbing mereka menuju tujuan-Nya. Rasul 7:36 mengingatkan kita bahwa Allah adalah Allah yang sama, yang tidak berubah dalam kuasa dan kesetiaan-Nya, baik di masa lalu maupun di masa kini. Ia terus bekerja melalui para utusan-Nya untuk membawa kelepasan dan kehidupan bagi umat manusia.