Kisah Rasul 7:45 membawa kita kembali ke masa-masa penting dalam sejarah Israel, ketika bangsa itu baru saja keluar dari perbudakan di Mesir dan tengah dalam perjalanan menuju Tanah Perjanjian. Ayat ini secara khusus merujuk pada periode kepemimpinan Yosua bin Nun, yang menggantikan Musa sebagai nabi dan pemimpin umat pilihan Allah. Fokus pada "tabernakel kesaksian" menegaskan pentingnya kehadiran Allah yang menyertai umat-Nya bahkan di tengah perjuangan dan perebutan wilayah.
Tabernakel, atau Kemah Suci, bukan sekadar sebuah bangunan fisik. Ia adalah pusat ibadah dan simbol nyata dari kehadiran Allah di antara umat-Nya. Ketika umat Israel keluar dari Mesir, membawa serta Tabernakel adalah tanda bahwa mereka tidak berjalan sendiri. Allah-lah yang memimpin, melindungi, dan memberi mereka kuasa. Kehadiran Tabernakel ini menjadi sumber kekuatan dan keberanian bagi mereka dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk peperangan melawan bangsa-bangsa lain yang mendiami Tanah Kanaan.
Menarik untuk dicatat bagaimana ayat ini membedakan antara "nenek moyang kita" yang memimpin peperangan dan "orang-orang kafir" yang wilayahnya direbut. Ini mencerminkan narasi Alkitabiah tentang umat Allah yang dipanggil untuk mendiami tanah yang dijanjikan oleh-Nya, sebuah tanah yang diberikan setelah penolakan dan perlawanan dari penduduk aslinya. Proses ini digambarkan sebagai tindakan ilahi di mana Allah sendiri yang "mengalahkan" bangsa-bangsa tersebut, memberikan penegasan bahwa kemenangan Israel bukan semata-mata karena kekuatan militer mereka, melainkan karena campur tangan dan kuasa ilahi.
Kisah Rasul 7:45, yang diucapkan oleh Stefanus dalam pidatonya, bertujuan untuk mengingatkan para pendengarnya, terutama para pemimpin agama pada masa itu, akan sejarah panjang kesetiaan Allah kepada Israel dan bagaimana mereka sendiri telah berulang kali mengabaikan ajaran dan kehendak-Nya. Dengan merujuk pada keberhasilan nenek moyang mereka dalam membawa Tabernakel ke Tanah Perjanjian, Stefanus ingin menekankan bahwa Allah selalu menyertai umat-Nya yang taat. Sebaliknya, dengan mengingatkan tentang penolakan terhadap para nabi, termasuk Yesus Kristus, Stefanus secara implisit menyoroti kegagalan generasi Stefanus sendiri untuk mengenali dan menerima utusan Allah.
Lebih dari sekadar peristiwa sejarah, ayat ini juga menawarkan pelajaran spiritual yang mendalam. Kehadiran Tabernakel, dan kemudian Bait Allah, adalah gambaran bagi umat beriman di masa kini akan kehadiran Allah yang terus menerus dalam kehidupan mereka melalui Roh Kudus. Sebagaimana bangsa Israel membawa Tabernakel ke medan perang, umat percaya masa kini dipanggil untuk membawa "kehadiran Allah" dalam setiap aspek kehidupan mereka, termasuk dalam menghadapi tantangan dan "peperangan" rohani. Kemenangan sejati bukan hanya tentang menaklukkan wilayah fisik, tetapi tentang memenangkan hati dan pikiran bagi kemuliaan Allah.
Kisah Rasul 7:45 menjadi jembatan antara masa lalu yang penuh perjuangan dan masa kini yang penuh harapan, mengingatkan kita bahwa kesetiaan Allah adalah konstan, dan kunci keberhasilan umat-Nya terletak pada ketaatan dan pengakuan akan kuasa-Nya.