Ayat dari Kisah Para Rasul 8:19 ini menyoroti momen krusial dalam penyebaran Injil, di mana seorang pria bernama Simon memiliki keinginan yang keliru dan sangat bertentangan dengan ajaran Kristus. Simon, seorang penyihir yang telah beralih menjadi pengikut Kristus, melihat bagaimana para rasul melalui pemberian doa dan penumpangan tangan dapat menurunkan Roh Kudus kepada orang lain. Terpesona oleh kekuatan ilahi yang terlihat ini, Simon menawarkan uang kepada Petrus dan Yohanes.
Ia berkata, "Terimalah kuasa Roh Kudus ini, supaya siapa saja yang aku sentuh menjadi kudus." Frasa "supaya siapa saja yang aku sentuh menjadi kudus" mencerminkan pemikirannya yang keliru. Simon tidak memahami hakikat Roh Kudus sebagai anugerah ilahi yang diberikan atas dasar iman dan kedaulatan Allah, bukan sebagai kekuatan yang dapat dibeli atau dikendalikan oleh manusia. Baginya, pemberian Roh Kudus tampaknya adalah semacam kekuatan magis yang dapat ia miliki dan distribusikan untuk keuntungan pribadinya, termasuk untuk memperkuat posisinya sebagai penyihir yang kini mencoba mengadopsi citra spiritual.
Kesalahan Simon terletak pada niatnya yang tidak murni dan pandangannya yang dangkal terhadap iman Kristen. Ia melihat kemampuan rasul-rasul sebagai kelanjutan dari praktik sihirnya, di mana kekuatan dapat diperoleh melalui ritual dan pembayaran. Ini adalah godaan yang terus relevan bagi banyak orang, yaitu keinginan untuk memanipulasi atau mengendalikan hal-hal spiritual demi keuntungan duniawi, kekuasaan, atau popularitas. Dalam budaya yang seringkali didorong oleh materialisme dan pencapaian instan, mudah untuk jatuh ke dalam perangkap memandang iman sebagai sebuah transaksi.
Respon Petrus sangat tegas dan penuh peringatan. Petrus menegur Simon dengan keras, menyatakan bahwa uangnya akan binasa bersamanya karena ia mengira dapat membeli karunia Allah. Ini adalah pengingat yang kuat bahwa iman dan anugerah keselamatan tidak dapat diperjualbelikan. Roh Kudus adalah pemberian cuma-cuma dari Allah bagi mereka yang percaya, bukan komoditas yang bisa ditukar dengan emas atau perak. Simon diajak untuk bertobat dari kejahatannya dan berdoa agar kiranya niat hatinya dapat diampuni.
Kisah ini mengajarkan kita untuk memeriksa motivasi hati kita ketika berurusan dengan hal-hal rohani. Apakah kita mencari Allah karena kasih yang tulus dan kerinduan untuk hidup sesuai kehendak-Nya, ataukah kita hanya mencari keuntungan pribadi, kemudahan, atau kekuatan yang dapat kita gunakan untuk memuaskan kehendak diri sendiri? Kisah Simon mengajarkan kita tentang bahaya keserakahan spiritual dan pentingnya kemurnian hati dalam mengikuti Kristus. Anugerah Allah itu luar biasa, namun Ia memanggil kita untuk menerimanya dengan kerendahan hati dan kesungguhan, bukan dengan keinginan yang keliru.