Kisah Rasul 8:21 - Hati yang Tidak Sepenuhnya

"Engkau tidak punya bagian dan pertalian sedikitpun dalam hal ini, karena hatimu tidak tulus ikhlas di hadapan Allah." (Kisah Para Rasul 8:21)
Ilustrasi hati yang terbelah oleh keraguan dan ketidakjujuran Keinginan Ketulusan Keraguan

Ayat yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 8:21 ini merupakan teguran keras dari Rasul Petrus kepada Simon si penyihir. Simon, yang sebelumnya terkesan dengan mukjizat yang dilakukan oleh para rasul, ingin membeli kemampuan untuk memberikan Roh Kudus dengan uang. Tindakan ini menunjukkan sebuah realitas pahit: bahwa tidak semua yang terlihat kagum atau tertarik pada hal-hal rohani memiliki hati yang sepenuhnya terpaut pada Allah.

Simon telah lama dikenal di Samaria karena kehebatannya dalam sihir. Ia memiliki pengikut dan membuat banyak orang terpesona. Ketika ia melihat pelayanan Petrus dan Yohanes, yang juga mendatangkan kuasa ilahi, ketertarikannya bukanlah pada kebenaran atau keselamatan sejati, melainkan pada kemampuan untuk mengendalikan dan memanipulasi kuasa tersebut. Baginya, Roh Kudus seolah-olah dapat diperjualbelikan, sebuah komoditas yang dapat diperoleh dengan kekayaan materi. Inilah inti dari kata-kata Petrus: "hatimu tidak tulus ikhlas di hadapan Allah."

Kisah Simon ini mengingatkan kita akan bahaya sebuah iman yang dangkal atau motivasi yang keliru. Terkadang, kita mungkin terkesan dengan perbuatan ajaib, karunia rohani, atau pengaruh yang dimiliki oleh orang lain. Namun, apakah ketertarikan kita semata-mata karena ingin mengikuti jejak kebaikan dan kebenaran Allah, ataukah ada motif lain yang tersembunyi? Apakah kita menginginkan berkat-berkat ilahi tanpa benar-benar mengasihi Sang Pemberi berkat? Atau mungkin kita ingin terlihat saleh di mata orang lain, namun hati kita sebenarnya masih terikat pada keinginan duniawi?

Petrus dengan tegas menyatakan bahwa Simon tidak memiliki "bagian dan pertalian" dalam pelayanan rohani ini. Ini bukan berarti kesempatannya untuk bertobat tertutup, tetapi bahwa caranya mendekati kuasa Allah adalah salah dan tidak dapat diterima. Ia mencoba memperdagangkan hal yang seharusnya diterima dengan penuh kerendahan hati dan syukur. Keinginan Simon untuk "membeli" bukanlah manifestasi dari iman yang sejati, melainkan perwujudan dari keserakahan dan kesombongan yang berakar pada hati yang belum sepenuhnya menyerah kepada kehendak Allah.

Pelajaran dari Kisah Rasul 8:21 sangat relevan bagi kita di zaman sekarang. Dalam era informasi yang begitu pesat, kita terpapar dengan berbagai macam ajaran dan pengalaman rohani. Penting bagi kita untuk senantiasa menguji hati kita sendiri. Apakah kita datang kepada Allah hanya ketika kita membutuhkan sesuatu, ataukah kita mengasihi-Nya karena siapa Dia? Apakah kita tulus dalam ibadah dan pelayanan kita, ataukah ada agenda tersembunyi yang kita bawa? Kemurnian hati adalah fondasi yang kokoh bagi iman yang teguh dan hubungan yang benar dengan Sang Pencipta. Marilah kita berdoa agar hati kita senantiasa tertuju kepada Allah dengan tulus ikhlas, tanpa membiarkan keinginan duniawi atau kepalsuan merusak hubungan kita dengan-Nya.