Kisah Rasul 9:37 - Kehidupan Tabita

"Di Yopa ada seorang murid perempuan bernama Tabita, yang terus-menerus berbuat baik dan memberi sedekah."
Tangan Berbuat Baik Memberi & Melayani

Kisah yang tercatat dalam kitab Kisah Para Rasul pasal 9 ayat 37 membuka jendela ke dalam kehidupan seorang perempuan yang luar biasa di kota Yopa. Namanya adalah Tabita. Ayat ini singkat, namun sarat makna. Ia digambarkan bukan sekadar sebagai pribadi biasa, melainkan sebagai seorang "murid perempuan" yang memiliki kebiasaan yang patut dicontoh: "terus-menerus berbuat baik dan memberi sedekah." Kata "terus-menerus" menekankan konsistensi dan ketulusan dalam tindakannya. Tabita tidak hanya sekali atau dua kali berbuat baik, tetapi menjadi bagian integral dari gaya hidupnya.

Yopa, sebuah kota pelabuhan di pesisir utara Israel, adalah tempat di mana kabar baik Kristus mulai menyebar. Di tengah komunitas yang sedang bertumbuh ini, Tabita menjadi mercusuar kasih dan kemurahan hati. Kehidupan dan tindakannya mencerminkan nilai-nilai Injil yang sesungguhnya. Ia menunjukkan bahwa iman yang hidup tidak hanya diungkapkan melalui keyakinan verbal, tetapi melalui perbuatan nyata yang berdampak pada kehidupan orang lain, terutama mereka yang membutuhkan.

Makna "Berbuat Baik" dan "Memberi Sedekah"

Frasa "berbuat baik" (eupoiéō) dalam bahasa Yunani menekankan tindakan yang membawa manfaat, yang membawa kebaikan. Ini bisa mencakup berbagai bentuk pelayanan: menghibur yang berduka, membantu yang sakit, menolong yang lemah, atau sekadar memberikan senyuman dan kata-kata penyemangat. Sementara itu, "memberi sedekah" (eleēmosynē) secara spesifik merujuk pada tindakan belas kasih, terutama dalam bentuk bantuan materi kepada orang miskin atau yang membutuhkan.

Kedua aspek ini, baik tindakan kebaikan umum maupun pemberian sedekah, sering kali dijalankan oleh Tabita. Kehidupan Tabita menjadi bukti nyata bagaimana iman dapat terwujud dalam pelayanan praktis. Ia tidak hanya peduli pada kebutuhan rohani, tetapi juga pada kebutuhan jasmani sesama. Kisahnya ini relevan hingga kini, mengingatkan kita bahwa kasih Kristus harus memotivasi kita untuk melihat dan menanggapi kebutuhan orang-orang di sekitar kita.

Kehidupan Setelah Kepergian Tabita

Tragisnya, kehidupan Tabita yang penuh berkah ini harus terhenti. Ketika ia meninggal, komunitasnya sangat berduka. Kesedihan mereka begitu mendalam sehingga mereka mengirimkan utusan kepada Rasul Petrus, yang pada saat itu berada di kota Lydda, untuk memohon kedatangannya. Duka cita yang meluap ini menunjukkan betapa besar dampak dan cinta yang telah ditaburkan Tabita selama hidupnya. Orang-orang yang telah menerima kebaikannya tidak ingin kehilangan sosok mulia ini.

Kedatangan Petrus dan peristiwa luar biasa yang terjadi setelahnya – kebangkitan Tabita dari kematian – merupakan puncak dari kisah ini dan tertulis dalam ayat-ayat berikutnya (Kisah Rasul 9:38-43). Namun, fondasi dari semua itu adalah kehidupan Tabita sendiri yang telah diisi dengan kebaikan dan kemurahan hati, sebagaimana diungkapkan dalam Kisah Rasul 9:37. Ia adalah teladan hidup tentang bagaimana menjadi murid Kristus yang berdampak.

Kisah Tabita mengingatkan kita bahwa setiap orang dipanggil untuk menghidupi imannya melalui tindakan kasih yang nyata. Sebagaimana Tabita, kita dapat menjadi berkat bagi orang lain dengan memberikan waktu, tenaga, perhatian, dan sumber daya kita untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kebiasaan berbuat baik dan bermurah hati bukanlah sekadar kewajiban sosial, melainkan ekspresi iman yang hidup dan mencintai, yang akhirnya memuliakan nama Tuhan.