Lukas 12:52

"Karena mulai sekarang akan ada lima orang berselisih di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga."
Perpecahan

Ayat Lukas 12:52, yang merupakan bagian dari ajaran Yesus, menyajikan gambaran yang kuat tentang konsekuensi kedatangan-Nya. Kata-kata ini bukanlah ramalan sederhana tentang konflik sosial biasa, melainkan penegasan tentang dampak mendalam dari pesan Injil. Yesus sendiri menyatakan bahwa kedatangan-Nya akan membelah, bukan menyatukan, dalam pengertian persetujuan umum.

Perumpamaan tentang perpecahan dalam satu rumah ini sangat menyentuh hati. Rumah adalah simbol unit keluarga, tempat di mana kasih sayang dan kesatuan seharusnya bersemi. Namun, ketika pesan Yesus memengaruhi satu anggota keluarga dan tidak yang lain, atau memengaruhi mereka dengan cara yang berbeda, perpecahan bisa terjadi. Ini bisa berarti perbedaan pandangan teologi, prioritas hidup, atau cara menanggapi tuntutan Kristus yang terkadang bertentangan dengan nilai-nilai duniawi.

Tiga melawan dua, dan dua melawan tiga – angka-angka ini menggambarkan realitas yang sering kita jumpai: mayoritas tidak selalu benar, dan minoritas yang teguh pada keyakinan ilahi pun bisa dihadapkan pada penolakan dari orang-orang terdekat. Hal ini menyoroti keteguhan yang diperlukan oleh para pengikut Kristus. Menerima Kristus sering kali berarti berani berbeda, bahkan ketika itu menimbulkan gesekan dengan keluarga, teman, atau masyarakat.

Penting untuk dicatat bahwa Yesus tidak menginginkan perpecahan itu sendiri sebagai tujuan. Namun, Dia memperingatkan bahwa perpecahan adalah konsekuensi yang tak terhindarkan dari pengajaran-Nya yang membawa terang ke dalam kegelapan. Kebenaran Ilahi, ketika dihadapkan pada kebohongan atau ketidakpedulian, seringkali akan memicu reaksi yang kuat. Perpecahan yang dimaksud di sini adalah perpecahan antara mereka yang menerima terang kebenaran dan mereka yang memilih tetap dalam kegelapan.

Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini juga mengingatkan kita akan panggilan untuk memilih pihak. Kita tidak bisa berada di tengah-tengah dalam hal kesetiaan kepada Kristus. Keteguhan iman, bahkan di tengah penolakan, menjadi kunci. Yesus menguji kesetiaan para pengikut-Nya. Dia ingin mereka memahami bahwa iman kepada-Nya memiliki harga, dan harga itu terkadang harus dibayar dengan mengalami perpecahan dengan mereka yang tidak memahami atau menolak jalan-Nya. Namun, dalam perpecahan ini, tersembunyi janji kedamaian sejati dan kebenaran yang tidak tergoyahkan, yang berasal dari hubungan yang mendalam dengan Sang Pencipta.