Ayat ini berasal dari perumpamaan Yesus tentang bendahara yang tidak jujur di Lukas pasal 16. Perumpamaan ini sering kali menimbulkan pertanyaan, bahkan keraguan, mengenai bagaimana kita harus memandang hikmat yang ditunjukkan oleh bendahara tersebut. Namun, inti dari perumpamaan ini bukan untuk memuji ketidakjujuran, melainkan untuk menyoroti kepandaian dan ketekunan dalam mencapai tujuan, dalam hal ini, persiapan menghadapi masa depan.
Bendahara dalam cerita ini dihadapkan pada situasi yang genting. Ia akan kehilangan pekerjaannya dan, yang lebih buruk, ia tidak memiliki sumber daya untuk menopang hidupnya. Alih-alih berdiam diri dalam keputusasaan, ia justru memutar otaknya untuk mencari solusi. Ia berpikir dengan cermat dan mengambil tindakan strategis. Tindakannya adalah memberikan potongan utang kepada para pelayan tuannya agar mereka merasa berterima kasih kepadanya dan menyambutnya ketika ia tak lagi menjabat.
Yesus kemudian menggunakan perumpamaan ini untuk mengajarkan sebuah prinsip rohani yang mendalam. Ia berkata, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33). Bendahara duniawi memanfaatkan apa yang ia miliki – hartanya – untuk mengamankan masa depannya di dunia. Dengan analogi ini, Yesus mendorong kita untuk memanfaatkan harta duniawi kita, termasuk waktu, tenaga, dan sumber daya materiil, untuk hal-hal yang kekal, yaitu Kerajaan Allah.
Ini bukan berarti kita harus mengabaikan kebutuhan hidup duniawi. Namun, ini adalah panggilan untuk memiliki prioritas yang benar. Bagaimana kita menginvestasikan energi dan sumber daya kita? Apakah kita hanya fokus pada kenyamanan sesaat dan kesenangan duniawi, ataukah kita juga memikirkan "rumah" kita di kekekalan? Memanfaatkan harta duniawi secara bijak berarti menggunakannya untuk kebaikan, untuk melayani sesama, untuk mendukung pekerjaan Tuhan, dan untuk mempersiapkan diri kita memasuki kehidupan abadi.
Perumpamaan ini mengajarkan kita tentang pentingnya proaktivitas, perencanaan, dan penggunaan sumber daya yang kita miliki dengan cerdas. Jika bendahara duniawi bisa begitu tekun dalam merencanakan masa depan duniawinya, betapa lebihnya kita seharusnya bersemangat dalam mempersiapkan diri untuk Kerajaan sorgawi. Lukas 16:4 menjadi pengingat yang kuat bahwa kecerdasan duniawi, ketika diarahkan pada tujuan ilahi, dapat membawa hasil yang luar biasa, baik di dunia ini maupun di kehidupan yang akan datang.