Kisah dalam Injil Lukas pasal 20, ayat 2, menampilkan momen krusial di mana otoritas Yesus Kristus secara langsung dipertanyakan oleh para pemimpin agama pada masa itu. Ayat ini berbunyi, "Dan bertanyalah mereka, katanya: 'Coba katakan kepada kami, dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal ini, atau siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?'" Pertanyaan ini bukan sekadar rasa ingin tahu biasa, melainkan sebuah tantangan terselubung yang dilontarkan oleh para imam kepala, ahli Taurat, dan tua-tua. Mereka merasakan adanya ancaman terhadap posisi dan pemahaman keagamaan mereka yang telah mengakar. Yesus telah melakukan banyak mukjizat, mengajarkan dengan hikmat yang belum pernah ada sebelumnya, dan menarik perhatian banyak orang. Tindakan-tindakan ini, terutama penyucian Bait Allah yang baru saja dilakukan-Nya, dianggap telah melampaui batas oleh otoritas yang ada.
Para pemimpin ini, yang biasanya memegang kendali atas interpretasi hukum dan tradisi, merasa kekuasaan dan ajaran Yesus menggerogoti pengaruh mereka. Mereka mencari celah untuk menjebak Yesus. Jika Yesus mengklaim memiliki otoritas ilahi, mereka bisa menuduh-Nya menghujat Allah. Jika Dia menyebutkan seseorang yang memberikan kuasa-Nya, mereka akan bertanya siapa orang itu dan mengapa mereka tidak mengetahuinya, atau menuduh-Nya bergantung pada sumber yang tidak sah. Permintaan mereka adalah upaya untuk memaksa Yesus mengungkapkan sumber kuasa-Nya, dengan harapan dapat menemukan alasan untuk menghukum-Nya. Ini adalah taktik klasik untuk menjebak seorang pembicara di bawah pertanyaan yang tidak memiliki jawaban yang menguntungkan bagi dirinya.
Jawaban Yesus terhadap pertanyaan ini, seperti yang tercatat dalam ayat-ayat selanjutnya, sangat cerdas dan menunjukkan kedalaman pemahaman-Nya akan taktik lawan-lawan-Nya. Yesus sering kali membalas pertanyaan dengan pertanyaan lain, terutama ketika berhadapan dengan orang-orang yang hatinya tidak tulus atau yang bertujuan jahat. Dalam kasus ini, Yesus membalikkan situasi dengan menanyakan tentang baptisan Yohanes Pembaptis: apakah itu dari Allah atau dari manusia? Jawaban yang mereka berikan, baik ya maupun tidak, akan memiliki konsekuensi bagi mereka. Mereka tidak bisa menjawab "dari Allah" tanpa mengakui otoritas Yohanes, dan dengan demikian, otoritas Yesus yang ia tunjuk. Mereka juga tidak bisa menjawab "dari manusia" tanpa memprovokasi kemarahan rakyat yang menganggap Yohanes sebagai nabi.
Lukas 20:2 ini mengingatkan kita bahwa pengakuan atas kebenaran seringkali dihalangi oleh kesombongan, rasa iri, dan ketakutan akan kehilangan status. Para pemimpin ini lebih peduli pada kekuasaan mereka daripada pada kebenaran yang diajarkan Yesus. Mereka tidak benar-benar mencari jawaban, tetapi mencari alasan untuk menghancurkan-Nya. Kisah ini mengajarkan kita pentingnya memiliki hati yang terbuka untuk menerima kebenaran, di mana pun dan dari siapa pun itu datang, dan agar kita tidak menjadi seperti mereka yang terhalang oleh kedudukan duniawi. Otoritas Yesus yang sesungguhnya tidak datang dari pengakuan manusia, melainkan dari sumber ilahi yang tak terbantahkan, yang Ia tunjukkan melalui perkataan dan perbuatan-Nya yang penuh kasih dan kuasa.