"Lukas 20:22: Bolehkah kami membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?"
Ayat Lukas 20:22 merupakan bagian dari percakapan Yesus dengan para pemimpin agama Yahudi yang berusaha menjebak-Nya. Para ahli Taurat dan imam kepala, yang dikenal sebagai para penentang Yesus, mengajukan pertanyaan licik ini sebagai ujian. Mereka berharap agar jawaban Yesus akan menimbulkan masalah, baik dengan otoritas Romawi maupun dengan rakyat Yahudi.
Pertanyaan ini dilemparkan dalam konteks pendudukan Romawi di Yudea. Kaisar Romawi saat itu menguasai wilayah tersebut dan memberlakukan pajak sebagai tanda kekuasaan dan penyerahan diri. Bagi orang Yahudi, membayar pajak kepada bangsa asing yang bukan pilihan Tuhan bisa menjadi isu sensitif dan dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap kedaulatan Allah. Di sisi lain, menolak membayar pajak akan berakibat pada sanksi dari pihak Romawi.
Pertanyaan "Bolehkah kami membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" bukanlah pertanyaan tulus untuk mencari kebenaran, melainkan sebuah jebakan. Jika Yesus berkata "ya", Ia akan dianggap mengkhianati kesetiaan kepada Allah dan mendukung penguasa asing, yang bisa membuat orang Yahudi berbalik dari-Nya. Jika Ia berkata "tidak", maka Ia akan dianggap menghasut pemberontakan terhadap Romawi, yang akan memberikan alasan bagi penguasa untuk menangkap dan menghukum-Nya.
Para penanya ingin memojokkan Yesus, memaksa-Nya memilih di antara dua pilihan yang sama-sama berisiko. Ini menunjukkan kecerdikan mereka dalam mencoba menjatuhkan Yesus di mata hukum dan rakyat.
Yesus, dengan kebijaksanaan ilahi-Nya, tidak terjebak oleh pertanyaan ini. Ia meminta mereka menunjukkan mata uang yang dipakai untuk membayar pajak. Ketika mereka menunjukkan dinar, yang jelas bergambar dan bertuliskan Kaisar, Yesus mengajukan jawaban yang terkenal: "Jika demikian, berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."
Jawaban ini sangat mendalam. Pertama, Yesus mengakui bahwa ada otoritas duniawi (Kaisar) yang memiliki hak atas apa yang menjadi milik Kaisar, termasuk pajak yang dikenakan. Ini menunjukkan bahwa Ia tidak menentang tatanan sipil secara mutlak. Namun, yang lebih penting, Yesus secara tegas membedakan kewajiban kepada Kaisar dengan kewajiban kepada Allah. Mata uang dimiliki Kaisar, tetapi diri dan hidup kita adalah milik Allah. Ini mengajarkan kita untuk menyeimbangkan tanggung jawab kita kepada negara dan kepada Tuhan, dengan prioritas utama selalu pada ketaatan kepada Allah.
Lukas 20:22, beserta jawabannya, memberikan pelajaran berharga bagi umat beriman. Kita dipanggil untuk menjadi warga negara yang baik, mematuhi hukum dan membayar pajak, selama itu tidak bertentangan dengan hukum Allah. Namun, kita juga diingatkan bahwa kedaulatan tertinggi adalah milik Allah. Hati, pikiran, dan seluruh hidup kita harus dipersembahkan kepada-Nya. Ini adalah keseimbangan yang terus menerus harus kita jaga dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai pengikut Kristus di tengah masyarakat duniawi.