Lukas 20:31

"Juga yang kedua, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Kasih yang lebih besar dari pada ini tidak ada."
Simbol kasih dan hubungan antar sesama

Ayat Lukas 20:31, seringkali menjadi bagian dari ajaran yang lebih luas mengenai hukum yang terutama, menegaskan dua perintah kasih: kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. Namun, fokus kita di sini adalah pada perintah kedua yang diulang, sebuah inti dari etika kemanusiaan dan spiritualitas yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Perintah ini bukan sekadar saran, melainkan fondasi yang kokoh bagi bagaimana kita seharusnya berinteraksi satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep "mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" membawa implikasi yang sangat mendalam. Pertama, ini menekankan pentingnya pemahaman diri. Untuk bisa mengasihi orang lain dengan tulus, kita perlu terlebih dahulu memiliki pemahaman dan penerimaan terhadap diri sendiri. Kasih terhadap diri sendiri di sini bukanlah egoisme atau kesombongan, melainkan penerimaan diri yang sehat, pengakuan atas kelebihan dan kekurangan, serta perawatan terhadap kebutuhan dasar kita baik fisik maupun emosional. Ketika kita memiliki pemahaman yang baik tentang diri kita sendiri, kita menjadi lebih mampu untuk berempati dan memahami kebutuhan orang lain.

Kedua, ayat ini menggarisbawahi universalitas kasih. "Sesamamu manusia" tidak memandang latar belakang, status sosial, ras, agama, atau pandangan politik. Siapapun yang berpapasan dengan kita dalam kehidupan adalah sesama yang berhak menerima kasih kita. Ini menuntut kita untuk melampaui prasangka dan prasangka yang seringkali membatasi interaksi kita. Kasih semacam ini bersifat proaktif, bukan hanya reaktif. Artinya, kita tidak hanya mengasihi ketika kita menerima kasih, tetapi kita secara aktif memberikan kasih, bahkan kepada mereka yang mungkin sulit untuk dikasihi.

Implementasi dari perintah ini dalam kehidupan nyata seringkali menjadi tantangan. Dunia modern dengan segala kesibukan dan individualisme seringkali membuat kita mudah lupa untuk memperhatikan orang di sekitar kita. Namun, esensi dari Lukas 20:31 adalah panggilan untuk terus-menerus mempraktikkan kasih ini. Ini bisa dimulai dari hal-hal kecil: memberikan senyum tulus kepada tetangga, mendengarkan dengan penuh perhatian saat teman bercerita, membantu seseorang yang membutuhkan tanpa pamrih, atau bahkan sekadar menjaga kata-kata agar tidak menyakiti hati sesama. Setiap tindakan kasih, sekecil apapun, adalah manifestasi dari hukum yang terutama ini.

Perintah ini juga mengajarkan tentang tanggung jawab. Ketika kita diperintahkan untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri, itu berarti kita memiliki tanggung jawab moral dan etis untuk kesejahteraan mereka. Kita tidak bisa bersikap acuh tak acuh terhadap penderitaan orang lain jika kita benar-benar mengasihi mereka. Ini mendorong kita untuk terlibat dalam upaya perbaikan sosial, membantu mereka yang kurang beruntung, dan berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang lebih adil dan penuh kasih.

Pada akhirnya, ajaran dalam Lukas 20:31 adalah sebuah prinsip yang kuat dan abadi. Ia mengingatkan kita bahwa inti dari kehidupan yang bermakna adalah kemampuan kita untuk menjalin hubungan yang sehat dan penuh kasih dengan orang lain. Dengan menjadikan kasih sebagai panduan utama dalam setiap interaksi, kita tidak hanya memenuhi perintah ilahi, tetapi juga menciptakan dunia yang lebih baik untuk diri kita sendiri dan bagi generasi mendatang. Kasih sejati tidak mengenal batas, ia mengalir tanpa syarat, dan kekuatan transformatifnya sungguh tak terbatas.