Dalam perjalanan pelayanan-Nya, Yesus sering kali dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang diajukan oleh para pemimpin agama, ahli Taurat, dan orang-orang Farisi. Pertanyaan-pertanyaan ini seringkali bukan didasari oleh keinginan tulus untuk belajar atau memahami, melainkan untuk menjebak-Nya atau mencari kesalahan. Lukas 20:4 mencatat momen menarik di mana Yesus, alih-alih langsung menjawab pertanyaan yang diajukan kepada-Nya, justru membalikkan keadaan dengan pertanyaan yang sama. Ini adalah gambaran singkat tentang dialog yang penuh dengan kebijaksanaan dan strategi ilahi.
Ayat ini merupakan bagian dari percakapan yang lebih panjang di bait suci. Para pemimpin agama datang kepada Yesus dengan otoritas mereka, menuntut-Nya menjelaskan dasar dari ajaran dan tindakan-Nya. Pertanyaan mereka adalah, "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan semuanya ini? Atau siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?" (Lukas 20:2). Pertanyaan ini terlihat wajar, namun konteksnya penuh dengan kecurigaan. Mereka tidak datang dengan hati yang terbuka untuk menerima kebenaran, melainkan dengan agenda tersembunyi untuk mencari celah hukum atau alasan untuk menuduh-Nya.
Respons Yesus di ayat 4, "Lalu Yohanes menjawabnya, katanya: 'Aku juga akan bertanya kepadamu dan kamu akan menjawab aku'," menunjukkan taktik yang cerdik. Yesus tidak langsung menjawab, melainkan mengalihkan fokus. Ini bukanlah upaya untuk menghindari kebenaran, melainkan untuk mendidik para penanya tentang pentingnya refleksi diri dan kejujuran dalam mencari pengetahuan. Dengan membalikkan pertanyaan, Yesus memaksa para pemimpin agama itu untuk melihat ke dalam diri mereka sendiri dan mempertimbangkan dasar dari otoritas dan pemahaman mereka sendiri mengenai hukum Tuhan. Sikap ini mengajarkan bahwa pemahaman yang benar tidak hanya datang dari mengajukan pertanyaan kepada orang lain, tetapi juga dari merenungkan pertanyaan-pertanyaan penting tentang diri sendiri dan sumber kebenaran.
Konteks Lukas 20:4 menyoroti beberapa prinsip penting. Pertama, pentingnya kehati-hatian dalam merespons pertanyaan yang diajukan dengan niat yang kurang baik. Yesus tidak pernah menolak kebenaran, tetapi Dia memilih waktu dan cara yang tepat untuk menyampaikannya. Kedua, ayat ini menunjukkan bahwa hikmat sejati bukan hanya tentang memiliki jawaban, tetapi juga tentang mengajukan pertanyaan yang tepat. Pertanyaan yang diajukan Yesus bertujuan untuk membuka pemahaman dan mendorong introspeksi. Ketiga, ini mengajarkan kita untuk tidak mudah terintimidasi oleh otoritas yang menekan, melainkan untuk tetap tenang dan menggunakan karunia akal budi serta hikmat yang Tuhan berikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali dihadapkan pada situasi yang serupa. Mungkin bukan pertanyaan tentang otoritas ilahi, tetapi pertanyaan yang penuh sindiran, kritik, atau bahkan tuduhan. Meniru respons Yesus dalam Lukas 20:4 dapat menjadi strategi yang efektif. Sebelum terburu-buru memberikan jawaban yang defensif, kita bisa mencoba memahami motif di balik pertanyaan tersebut. Terkadang, mengajukan kembali pertanyaan klarifikasi atau pertanyaan yang menggugah pemikiran dapat membantu mengarahkan percakapan ke jalur yang lebih konstruktif dan membuka pemahaman yang lebih baik bagi semua pihak. Ini adalah pelajaran berharga tentang dialog, kejujuran intelektual, dan kekuatan hikmat ilahi yang membebaskan dari jebakan pemikiran sempit.