Makna dan Relevansi Lukas 20:45
Ayat Lukas 20:45 memberikan sebuah peringatan yang sangat penting dari Yesus Kristus kepada para murid-Nya. Perintah ini dikeluarkan saat Yesus berada di hadapan khalayak ramai, menunjukkan betapa signifikannya pesan ini. Peringatan tersebut tertuju kepada para ahli Taurat, sebuah kelompok rohaniwan dan pemimpin agama pada masa itu, yang memiliki pengaruh besar di kalangan masyarakat Yahudi.
Yesus secara spesifik menyoroti beberapa ciri yang menjadi indikator perilaku para ahli Taurat yang perlu diwaspadai. Pertama, mereka "berpakaian jubah panjang". Ini bukan sekadar tentang pakaian, melainkan simbol dari status, otoritas, dan kemuliaan yang mereka kenakan. Dalam konteks budaya saat itu, jubah panjang sering kali diasosiasikan dengan kekayaan dan kedudukan yang tinggi.
Kedua, mereka "suka duduk di tempat-tempat terhormat di rumah-rumah ibadat". Rumah ibadat, seperti sinagoge, adalah pusat kehidupan spiritual dan sosial. Tempat-tempat terdepan di sana biasanya diperuntukkan bagi orang-orang yang dihormati, seperti para pemimpin atau orang tua. Keinginan untuk menduduki posisi ini menunjukkan kerinduan akan pengakuan dan kehormatan publik.
Ketiga, mereka "suka di tempat-tempat terdepan dalam perjamuan". Perjamuan, baik yang bersifat formal maupun informal, sering kali menjadi ajang untuk menunjukkan status sosial. Duduk di posisi terhormat menandakan seseorang adalah tamu penting yang dihargai.
Inti dari peringatan Yesus ini adalah mengenai bahaya kemunafikan dan kesombongan yang terbungkus dalam penampilan religius. Yesus tidak menentang otoritas atau kehormatan itu sendiri, tetapi menentang hati yang mendambakan kemuliaan pribadi dan pengakuan duniawi ketimbang melayani Tuhan dan sesama dengan tulus. Para ahli Taurat ini, meskipun memegang kitab suci dan mengajarkan hukum Tuhan, terkadang kehilangan esensi dari iman yang sejati: kerendahan hati, kasih, dan pelayanan tanpa pamrih.
Pesan ini tetap relevan hingga kini. Dalam kehidupan bermasyarakat maupun beragama, kita perlu senantiasa menguji hati kita. Apakah motivasi kita dalam melakukan sesuatu adalah untuk menyenangkan Tuhan dan membawa kebaikan bagi orang lain, ataukah ada hasrat tersembunyi untuk mendapatkan pujian, pengakuan, atau kekuasaan? Yesus mengingatkan kita bahwa penampilan luar yang saleh tidak menjamin hati yang benar di hadapan Tuhan.
Kita diajak untuk meneladani kerendahan hati Kristus, yang tidak memandang kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:6-7). Peringatan Lukas 20:45 ini menjadi pengingat konstan agar iman kita berakar pada kebenaran dan kasih, bukan pada kekosongan kemegahan duniawi. Dengan demikian, kita dapat menjalani hidup yang berkenan di hadapan Tuhan, memberikan terang yang sejati, bukan sekadar bayangan.