Ayat Lukas 7:45 seringkali dihubungkan dengan kisah seorang perempuan berdosa yang meminyaki kaki Yesus. Pernyataan Yesus ini, "Engkau tidak mencium Aku, tetapi perempuan ini, sejak Aku masuk, tidak henti-hentinya mencium kaki-Ku," menyoroti kontras yang mencolok antara penerimaan yang dingin dari Simon, sang Farisi, dan ungkapan kasih yang luar biasa dari perempuan tersebut. Ayat ini bukan sekadar menceritakan sebuah peristiwa, melainkan menggali esensi dari bagaimana kasih sejati seharusnya diekspresikan.
Simon mengundang Yesus ke rumahnya, sebuah bentuk penghormatan, namun ia melakukannya dengan cara yang sangat formal dan tanpa sentuhan personal. Ia tidak memberikan air untuk membasuh kaki Yesus, tidak mencium-Nya sebagai salam hormat, dan tidak meminyaki kepala-Nya. Tindakan-tindakan ini adalah kebiasaan umum pada masa itu untuk menyambut tamu yang terhormat. Kelalaian Simon menunjukkan sikapnya yang mungkin hanya menghargai Yesus secara intelektual atau sosial, tetapi tidak ada kasih yang mendalam.
Sebaliknya, perempuan berdosa itu datang dengan hati yang hancur dan penuh penyesalan. Ia menggunakan minyak narwastu yang mahal untuk meminyaki kaki Yesus, sebuah tindakan yang menunjukkan pengabdian dan penghargaan yang sangat tinggi. Tangisannya, yang membasahi kaki Yesus, dan rambutnya yang ia gunakan untuk menyekanya, adalah ungkapan kasih yang tulus dan penuh kerendahan hati. Ia tidak ragu-ragu untuk menunjukkan perasaannya secara terbuka, bahkan di hadapan banyak orang.
Pesan utama dari Lukas 7:45 adalah bahwa kasih, terutama kasih ilahi atau kasih yang terinspirasi oleh ilahi, tidak bisa hanya berhenti pada kata-kata atau niat baik. Kasih yang sejati menuntut ekspresi, tindakan nyata yang menunjukkan kedalaman perasaan dan komitmen. Perempuan ini, melalui tindakannya, membuktikan bahwa dosanya telah diampuni, dan sebagai respons, ia memberikan segalanya untuk menunjukkan rasa terima kasih dan kasihnya kepada Yesus. Tindakannya berbicara lebih keras daripada keheningan dan formalitas Simon.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dapat belajar dari perbandingan ini. Seberapa sering kita merasa telah menerima kebaikan atau kasih, namun respons kita hanya sekadar ucapan terima kasih yang dangkal? Lukas 7:45 mendorong kita untuk berpikir tentang bagaimana kita bisa meminyaki kaki-Nya, meminyaki kaki orang lain, atau meminyaki kehidupan orang-orang di sekitar kita melalui tindakan-tindakan nyata. Ini bisa berupa pelayanan, kemurahan hati, waktu, tenaga, atau sekadar sentuhan kasih yang tulus. Kasih yang hanya tersimpan di hati tanpa terwujud dalam tindakan, pada akhirnya akan kehilangan kekuatannya. Ayat ini mengajarkan bahwa ekspresi kasih yang otentik, yang lahir dari hati yang bersyukur, adalah manifestasi iman yang paling indah.