"Jawab-Nya kepada mereka: "Belum pernahkah kamu membaca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengiringinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam rumah Allah pada zaman Abiatar menjadi Imam Besar, dan makan roti sajian itu, yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam, dan ia memberikannya juga kepada orang-orang yang bersama-sama dengan dia?""
Gambaran simbolis: Yesus berbicara kepada para murid dan orang banyak mengenai penafsiran hari Sabat.
Ayat Markus 2:25 adalah bagian dari perikop yang menjelaskan bagaimana Yesus dan para murid-Nya melanggar tradisi Yahudi tentang larangan memetik gandum pada hari Sabat. Dalam kejadian ini, para murid sedang berjalan melewati ladang gandum pada hari Sabat dan mulai memetik bulir-bulir untuk dimakan karena lapar. Para Farisi melihat hal ini dan menegur perbuatan mereka, menuduh mereka melanggar hukum Sabat.
Menanggapi teguran tersebut, Yesus memberikan jawaban yang menggugah pikiran. Ia tidak membantah fakta bahwa para murid memetik gandum, namun Ia membawa para penuduhnya kembali ke Kitab Suci, merujuk pada tindakan Raja Daud. Yesus bertanya, "Belum pernahkah kamu membaca apa yang dilakukan Daud...?" Ini adalah sebuah strategi pengajaran yang cerdik; Yesus mengajak lawan-lawannya untuk merefleksikan kembali tulisan suci yang mereka sendiri pegang teguh.
Yesus mengingatkan mereka tentang kisah ketika Daud dan orang-orangnya yang mengiringinya merasa lapar dalam pelarian. Daud, meskipun bukan seorang imam, masuk ke dalam Bait Allah dan memakan roti sajian, yang secara hukum hanya boleh dimakan oleh para imam. Lebih dari itu, Daud juga membagikan roti tersebut kepada orang-orang yang bersamanya. Perbuatan Daud ini, meskipun secara teknis melanggar aturan tertentu, tidak pernah dikutuk atau dianggap sebagai pelanggaran berat dalam narasi Kitab Suci.
Inti dari argumen Yesus di sini adalah bahwa kebutuhan mendesak dan kemanusiaan dapat memiliki prioritas, bahkan di atas aturan-aturan ritualistik. Ia menunjukkan bahwa pemahaman tentang hukum haruslah mendalam, tidak sekadar literal. Ketaatan yang kaku tanpa mempertimbangkan hati dan keadaan manusia dapat menjadi sebuah kekejaman.
Yesus menggunakan kisah Daud sebagai preseden untuk membela tindakan murid-murid-Nya. Jika Daud, seorang tokoh penting dalam sejarah Israel, diizinkan untuk mengambil tindakan luar biasa demi kelangsungan hidupnya dan orang-orangnya, maka para murid-Nya yang lapar juga berhak untuk makan gandum. Ini bukan tentang mencari celah hukum, melainkan tentang memahami tujuan dari hukum itu sendiri. Hukum Sabat diciptakan untuk kebaikan manusia, untuk beristirahat dan berbakti kepada Tuhan, bukan untuk menjadi beban yang menyiksa.
Dalam konteks ajaran Yesus yang lebih luas, ayat ini menjadi fondasi penting dalam memahami bagaimana Ia menafsirkan dan menggenapi Taurat. Ia menekankan belas kasihan, keadilan, dan cinta sebagai inti dari hukum Tuhan. Penolakan Yesus terhadap penafsiran hukum yang kaku oleh para Farisi menunjukkan bahwa Ia datang untuk membebaskan, bukan untuk memperbudak manusia dengan peraturan-peraturan yang tidak lagi relevan dengan kebutuhan zaman atau semangat kasih. Ayat ini mengajak kita untuk melihat lebih dalam makna ibadah dan ketaatan, mengedepankan hati yang tulus dan kepedulian terhadap sesama di atas ritual yang kosong.