Matius 17:26 - Kemerdekaan dari Pajak Bait Allah

"Apabila ia berkata: 'Ya', maka ia bebas membayar."

Kisah yang tercatat dalam Injil Matius pasal 17, ayat 26, menyajikan sebuah momen penting yang mengungkap otoritas dan pemahaman Yesus Kristus mengenai hukum Taurat serta hubungan-Nya dengan Allah Bapa. Peristiwa ini terjadi ketika para pemungut bea dua dirham, yaitu pajak yang dikenakan untuk pemeliharaan Bait Allah, datang kepada Petrus dan bertanya, "Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?"

Pertanyaan ini tampaknya sederhana, namun membawa implikasi teologis yang mendalam. Pajak dua dirham adalah kewajiban bagi setiap laki-laki Israel dewasa yang ikut serta dalam pemeliharaan Bait Allah. Dalam konteks ini, permintaan tersebut diarahkan untuk memastikan apakah Yesus, sebagai seorang Yahudi, juga taat pada hukum ini. Jawaban Petrus yang tegas, "Ya," menunjukkan bahwa ia berasumsi bahwa gurunya pasti akan membayar. Namun, kenyataan yang terungkap setelah percakapan itu jauh lebih signifikan.

Ketika Yesus kembali ke rumah, Ia lebih dahulu bertanya kepada Petrus, "Menurut pendapatmu, dari siapakah raja-raja dunia ini menarik bea atau pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?" Petrus menjawab, "Dari orang asing." Lalu kata Yesus kepadanya, "Jadi anak-anak itu bebas dari pajak."

Melalui perumpamaan ini, Yesus menjelaskan konsep keilahian-Nya. Ia menyebut diri-Nya sebagai "anak" dari Raja Agung, yaitu Allah Bapa yang bersemayam di surga. Raja-raja duniawi membebaskan anak-anak mereka dari kewajiban pajak; demikian pula, sebagai Anak Allah, Yesus secara inheren bebas dari pajak yang ditujukan untuk Bait Allah, yang merupakan rumah Bapa-Nya. Ini bukan berarti Yesus menolak perintah Allah, melainkan menegaskan status ilahi-Nya yang unik. Ia adalah sumber dari Bait Allah itu sendiri, bahkan sebelum Bait Allah fisik itu dibangun.

Meskipun demikian, Yesus tidak ingin menimbulkan masalah atau kesalahpahaman yang dapat menghalangi pemberitaan Injil-Nya. Ia kemudian memerintahkan Petrus untuk pergi ke laut dan melemparkan kail. "Dapatkan ikan yang pertama kali muncul, bukalah mulutnya, engkau akan mendapati mata uangnya. Ambillah itu dan berikanlah kepada mereka untuk membayar beamu dan beaku."

Ayat ini memperlihatkan dua aspek penting dari pelayanan Kristus: otoritas ilahi-Nya yang tak tertandingi dan kebijaksanaan-Nya dalam berinteraksi dengan hukum dan masyarakat. Yesus menggunakan mukjizat untuk menegaskan kebenaran teologis dan sekaligus memastikan ketaatan tanpa menimbulkan perpecahan. Peristiwa ini menjadi pengingat bagi kita bahwa kedaulatan Kristus melampaui segala otoritas duniawi dan hukum manusia. Ia adalah Anak Allah yang memiliki otoritas atas segala sesuatu, termasuk rumah ibadah. Namun, dalam kasih dan kearifan-Nya, Ia memilih untuk tidak menggunakan otoritas itu secara kaku, melainkan menunjukkan ketaatan yang lahir dari pemahaman yang benar, demi kemaslahatan yang lebih besar.