Matius 21:26 - Kepercayaan dan Jawaban Doa

"Dan apabila kamu berdoa, janganlah kamu seperti orang munafik... tetapi apabila engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu, dan berdoalah kepada Bapamu yang di tempat tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matius 6:5-6)

Ayat Matius 21:26, yang seringkali dibaca dalam konteks perdebatan Yesus dengan para pemimpin agama, sesungguhnya mengandung pelajaran mendalam mengenai dasar dari otoritas yang diakui Allah. Ketika Yesus bertanya kepada para imam kepala dan tua-tua Israel mengenai dari mana datangnya kuasa-Nya, mereka menjawab bahwa mereka tidak tahu. Jawaban ini membuka jalan bagi Yesus untuk menegaskan bahwa tanpa pengakuan atas sumber Ilahi, segala klaim otoritas akan sia-sia.

Namun, jika kita melihat lebih luas dalam Injil Matius, terutama dalam khotbah-khotbah Yesus, ada penekanan kuat pada pentingnya iman yang tulus dan hubungan pribadi dengan Allah sebagai kunci untuk menerima jawaban doa. Meskipun Matius 21:26 sendiri fokus pada otoritas, prinsip kebenaran yang diajarkan Yesus secara konsisten menyoroti bahwa kepercayaan penuh kepada Allah adalah fondasi dari segala sesuatu yang berkenan di hadapan-Nya.

Perikop-perikop lain dalam Injil Matius, seperti Matius 7:7-11, mengajarkan bahwa "mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." Ini adalah janji yang kuat dari Yesus. Namun, janji ini tidak datang begitu saja. Di baliknya terdapat prasyarat yang sama: hati yang percaya dan mencari Allah dengan sungguh-sungguh. Kepercayaan ini bukanlah sekadar harapan kosong, melainkan keyakinan bahwa Allah itu ada, bahwa Ia peduli, dan bahwa Ia berkuasa untuk bertindak sesuai dengan kehendak-Nya yang baik.

Dalam Matius 21:26, ketidakmampuan para pemimpin agama untuk menjawab pertanyaan Yesus mencerminkan ketidakmampuan mereka untuk melihat melampaui struktur dan ritual, untuk mengenali sumber sejati dari kuasa yang datang dari Allah. Sebaliknya, ketika kita datang kepada Allah dalam doa, kita diajak untuk datang dengan iman yang teguh. Kepercayaan ini memungkinkan kita untuk berdoa dengan keyakinan bahwa Bapa Surgawi mendengar dan akan menjawab, bukan berdasarkan jasa atau penampilan luar, melainkan karena kasih dan anugerah-Nya.

Iman yang benar terhadap Allah tidak hanya mengarah pada penerimaan jawaban doa, tetapi juga pada cara hidup yang mencerminkan kebenaran-Nya. Seperti yang diajarkan Yesus dalam Matius 6:5-6, doa yang tulus adalah percakapan pribadi dengan Allah di tempat yang tersembunyi, bukan untuk pamer atau mencari pujian manusia. Ini menunjukkan bahwa hubungan kita dengan Allah haruslah otentik dan berakar pada kepercayaan yang mendalam. Ketika kita mengutamakan hubungan ini dan berdoa dengan iman yang tulus, kita dapat yakin bahwa Allah, yang melihat hati kita, akan memberikan apa yang terbaik bagi kita, sesuai dengan kehendak-Nya yang sempurna.

Dengan demikian, pelajaran dari Injil Matius, termasuk implikasi dari Matius 21:26, mengarahkan kita pada satu kesimpulan penting: Allah menghargai kepercayaan yang tulus di atas segalanya. Kepercayaan inilah yang membuka pintu bagi kuasa-Nya untuk bekerja dalam hidup kita, untuk menjawab doa-doa kita, dan untuk memimpin kita dalam jalan kebenaran-Nya.