Matius 25:39 - Kasih kepada Sesama

"Dan siapakah dia yang perlu dikuatkan? Ia adalah orang miskin, ia adalah orang sakit, ia adalah orang asing, ia adalah orang yang telanjang, ia adalah orang yang dipenjara."

Simbol kasih dan kepedulian

Ayat Matius 25:39 memberikan sebuah penegasan yang mendalam tentang bagaimana seharusnya kita memandang dan memperlakukan sesama kita, terutama mereka yang berada dalam kondisi rentan. Yesus, dalam perumpamaan tentang penghakiman terakhir, secara gamblang menyebutkan beberapa kategori orang yang memerlukan perhatian dan pertolongan kita: orang miskin, orang sakit, orang asing, orang telanjang, dan orang yang dipenjara.

Pesan ini bukan sekadar instruksi moral, melainkan sebuah inti dari ajaran Kristus tentang kasih. Kasih kepada sesama tidak boleh hanya sebatas perasaan atau pernyataan di bibir, tetapi harus terwujud dalam tindakan nyata yang melayani. Ketika kita memberikan pakaian kepada orang yang telanjang, makanan kepada orang yang lapar, atau kunjungan kepada orang yang sakit dan terkurung, kita sedang melakukan tindakan yang sangat berarti di hadapan Tuhan.

Lebih dari itu, Yesus menyatakan dalam ayat sebelumnya (Matius 25:40) bahwa apa yang kita lakukan kepada "salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu melakukannya untuk Aku." Ini adalah poin krusial yang mengangkat nilai setiap tindakan belas kasih. Setiap upaya untuk meringankan beban, memulihkan martabat, atau memberikan penghiburan kepada sesama yang membutuhkan, adalah perwujudan dari pelayanan kepada Kristus sendiri. Dengan kata lain, kerelaan kita untuk menjangkau dan melayani mereka yang paling membutuhkan adalah ukuran kedekatan kita dengan Sang Pencipta.

Memahami Matius 25:39 mengajak kita untuk merefleksikan prioritas hidup kita. Apakah kita telah membuka mata hati untuk melihat kebutuhan orang-orang di sekitar kita? Apakah kita telah mengulurkan tangan untuk membantu mereka yang papa, lemah, dan terpinggirkan? Kesejukan dan kecerahan warna-warna dalam kehidupan kita akan semakin terpancar ketika kita memiliki kepedulian yang mendalam terhadap sesama. Ini adalah panggilan untuk aktif dalam kasih, bukan pasif dalam pengamatan. Kebaikan yang kita berikan kepada sesama akan menjadi saksi keimanan kita dan membawa berkat yang melimpah, baik bagi penerima maupun bagi pemberi.

Implementasi dari ayat ini menuntut kita untuk keluar dari zona nyaman dan secara proaktif mencari kesempatan untuk berbuat baik. Ini bisa berarti menyumbangkan harta, waktu, tenaga, atau bahkan sekadar memberikan kata-kata penyemangat. Yang terpenting adalah niat hati yang tulus untuk melayani, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Kristus sendiri. Melalui kasih yang tulus, kehidupan menjadi lebih bermakna dan dunia ini menjadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali, mencerminkan janji kebaikan dan belas kasihan Tuhan bagi seluruh umat manusia.