Mazmur 107:11 adalah sebuah pengingat yang kuat tentang konsekuensi dari menolak hikmat ilahi. Ayat ini secara lugas menyatakan bahwa ada orang-orang yang memilih untuk memberontak terhadap firman Allah dan menghina nasihat dari Yang Mahatinggi. Tindakan ini bukanlah hal sepele, melainkan sebuah penolakan sadar terhadap arahan yang diberikan oleh Sang Pencipta, yang memiliki pemahaman sempurna atas segalanya.
Ketika kita merenungkan firman Tuhan, kita sebenarnya sedang membuka diri terhadap sumber kebenaran, kasih, dan kebijaksanaan yang tak terbatas. Nasihat-Nya bukan untuk membatasi kebebasan kita, melainkan untuk membimbing kita menuju jalan yang benar, jalan yang membawa kedamaian, kebahagiaan sejati, dan pemenuhan tujuan hidup. Namun, seringkali, dalam kesombongan atau ketidakpercayaan, manusia memilih untuk mengabaikan suara kebenaran ini.
Pemberontakan terhadap firman Allah bisa terwujud dalam berbagai bentuk. Bisa jadi dalam bentuk ketidaktaatan yang disengaja, yaitu ketika kita tahu apa yang benar tetapi memilih melakukan yang sebaliknya. Bisa juga dalam bentuk penolakan terhadap ajaran-ajaran-Nya, menganggapnya usang atau tidak relevan dengan kehidupan modern. Atau bahkan dalam sikap hati yang angkuh, merasa lebih tahu daripada Sang Pencipta alam semesta. Seringkali, kita mungkin tidak menyadari bahwa dengan mengabaikan nasihat-Nya, kita justru sedang mengarahkan diri kita pada jurang kehancuran.
Mazmur 107 sendiri adalah sebuah kidung pujian yang berulang kali menekankan kebaikan dan kemurahan Tuhan kepada umat-Nya, terutama ketika mereka berteriak minta tolong dalam kesulitan. Ayat 11 ini berfungsi sebagai kontras yang tajam, menunjukkan sisi lain dari gambaran tersebut: akibat dari ketidakpercayaan dan ketidaktaatan. Tuhan tidak memaksa siapa pun untuk taat, tetapi konsekuensi dari pilihan kita tetaplah nyata.
Seringkali, pengalaman pahit atau penderitaan yang datang dalam hidup merupakan buah dari pilihan untuk berpaling dari jalan Tuhan. Ketika kita mengabaikan firman-Nya, kita kehilangan kompas moral dan spiritual yang dapat menuntun kita melalui badai kehidupan. Kebaikan Tuhan tetap ada, namun kemampuan kita untuk menerimanya bisa terhalang oleh tembok pemberontakan dan keangkuhan hati kita sendiri.
Oleh karena itu, Mazmur 107:11 bukan hanya sekadar ayat yang menggambarkan kegagalan manusia, melainkan sebuah panggilan untuk introspeksi diri. Ini mendorong kita untuk memeriksa hati kita: apakah kita benar-benar mendengarkan firman Tuhan? Apakah kita menghargai nasihat-Nya yang diberikan melalui berbagai cara, termasuk Alkitab, doa, dan bimbingan orang-orang yang mengasihi Tuhan? Memilih untuk taat dan rendah hati di hadapan firman-Nya adalah jalan menuju berkat dan pemulihan sejati. Ini adalah pintu gerbang untuk kembali merasakan kebaikan dan kasih karunia Tuhan yang tak terhingga.