Mazmur 109 adalah sebuah seruan doa yang kuat dari Daud, di mana ia mengungkapkan penderitaannya yang mendalam di hadapan Tuhan. Ayat ketiga, "Sebab mulut orang fasik dan mulut orang celaka terbuka terhadap aku, mereka berdusta terhadap aku dengan lidah yang penuh tipu," secara gamblang menggambarkan inti dari cobaan yang dihadapinya. Ini bukan sekadar perselisihan biasa, melainkan serangan verbal yang keji, diwarnai oleh kebohongan dan fitnah yang bertujuan merusak reputasi dan kedamaian batinnya.
Dalam konteks ini, "mulut orang fasik" dan "mulut orang celaka" merujuk pada individu atau kelompok yang memiliki niat jahat dan perilaku yang tidak benar di mata Tuhan. Mereka tidak hanya berbicara buruk, tetapi juga menyebarkan kebohongan yang disengaja. Lidah yang "penuh tipu" adalah alat mereka untuk menjerat dan menyakiti orang lain, menciptakan citra palsu yang merusak. Daud merasa terpojok oleh serangan-serangan ini, seolah-olah ia tidak memiliki pertahanan yang cukup.
Seruan ini menggarisbawahi betapa pentingnya kebenaran dan kejujuran dalam interaksi antarmanusia. Ketika kebohongan dan fitnah merajalela, dampaknya bisa sangat menghancurkan. Bagi Daud, sebagai seorang pemimpin dan hamba Tuhan, reputasi dan integritasnya sangat krusial. Serangan verbal yang keji ini berpotensi mengikis kepercayaan orang lain kepadanya dan menghalangi pelayanannya.
Lebih dari sekadar keluhan, Mazmur 109:3 adalah sebuah pengakuan akan kuasa kejahatan yang nyata, namun juga sebuah pengalihan pandangan dari pelaku ke sumber keadilan sejati, yaitu Tuhan. Daud tidak membalas dengan cara yang sama. Sebaliknya, ia membawa seluruh bebannya kepada Tuhan, Sang Hakim yang adil. Doa ini menjadi pengingat bagi kita bahwa di tengah situasi di mana kita menjadi korban fitnah atau perkataan dusta, tempat terbaik untuk mencari penyelesaian adalah melalui doa dan penyerahan diri kepada Tuhan.
Ayat ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lidah kita. Rasul Yakobus dalam Perjanjian Baru menggambarkan lidah sebagai "api," "dunia kejahatan," yang dapat mencemari seluruh tubuh dan memutar roda kehidupan (Yakobus 3:6). Perkataan yang keluar dari mulut kita memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan. Oleh karena itu, kita dipanggil untuk berbicara dengan kebenaran, kasih, dan hikmat, seperti yang dicontohkan oleh Kristus sendiri.
Dalam menghadapi serangan verbal yang menyakitkan, seperti yang dialami Daud, kita diajak untuk tidak putus asa. Sebaliknya, kita dapat meneladaninya dengan membawa pergumulan kita kepada Tuhan. Mazmur 109 menjadi bukti bahwa bahkan dalam kesengsaraan yang paling mendalam, harapan tetap ada ketika kita berseru kepada Sang Pengasih dan Pembebas. Doa ini mengajarkan kita untuk mempercayakan segala sesuatu kepada Tuhan, yakin bahwa Ia akan membela yang benar dan membawa keadilan bagi umat-Nya.