"Biarlah dia dikenai hukuman atasnya, dan biarlah doa yang dia panjatkan menjadi dosa."
Mazmur 109 adalah salah satu mazmur yang paling lugas dalam mengungkapkan kepedihan hati seorang hamba Tuhan yang sedang menghadapi penindasan dan fitnah dari musuh-musuhnya. Ayat keenam, "Biarlah dia dikenai hukuman atasnya, dan biarlah doa yang dia panjatkan menjadi dosa," merupakan puncak dari doa permohonan yang meminta keadilan ilahi atas perlakuan jahat yang dialami. Ayat ini tidak serta merta menggambarkan kebencian yang dangkal, melainkan sebuah seruan yang mendalam kepada Tuhan sebagai Hakim yang adil.
Dalam konteks kehidupan Daud, sang pemazmur, ayat ini kemungkinan besar merujuk pada musuh-musuh yang secara aktif berusaha menjatuhkannya, memfitnahnya, dan bahkan mengancam keberadaannya. Mereka bertindak dengan kejahatan yang terencana, dan doa-doa mereka sendiri, yang seharusnya menjadi sarana komunikasi dengan Tuhan, malah menjadi bukti dari niat buruk mereka. Dalam pandangan rohani, doa yang dipanjatkan dengan niat jahat atau menentang kehendak Tuhan justru akan berbalik menjadi celaka bagi pemanjatnya. Ini adalah prinsip keadilan ilahi yang teguh: apa yang ditabur, itu yang akan dituai.
Penting untuk memahami bahwa doa permohonan keadilan seperti ini dalam Kitab Mazmur seringkali diungkapkan dalam bahasa yang sangat emosional dan gamblang, mencerminkan pergolakan batin yang dialami penulisnya. Ini bukan ajakan untuk membenci sesama, melainkan pengakuan bahwa hanya Tuhan yang memiliki otoritas untuk menghakimi dan memberikan keadilan. Sang pemazmur percaya bahwa Tuhan melihat segala perbuatan dan isi hati, dan bahwa pada akhirnya, kebenaran akan terungkap.
Frasa "biarlah doa yang dia panjatkan menjadi dosa" dapat diinterpretasikan sebagai permohonan agar Tuhan tidak mengabulkan doa musuh-musuh yang penuh dengan kebohongan dan kebencian, melainkan membalikkan berkat menjadi kutuk bagi mereka yang berbuat jahat. Ini adalah doa yang meminta agar keadilan Tuhan berlaku secara mutlak, di mana niat baik mendapat balasan baik, dan niat jahat mendapat balasan setimpal. Dalam setiap situasi sulit, kita diingatkan untuk menyerahkan perkara kepada Tuhan, karena Dialah sumber keadilan sejati dan penghakiman terakhir.
Mazmur 109:6 menggarisbawahi pentingnya kejujuran dan kemurnian hati dalam setiap doa. Doa yang tulus dari hati yang bersih akan menjadi sarana keberkatan, sementara doa yang dipenuhi kejahatan justru akan menjauhkan diri dari hadirat Tuhan dan menuai konsekuensi negatif.
Saat merenungkan ayat ini, kita diajak untuk tidak hanya melihat pada konteks historisnya, tetapi juga pada prinsip rohani yang terkandung di dalamnya. Keadilan ilahi adalah kepastian. Segala sesuatu yang kita lakukan, termasuk doa-doa kita, memiliki implikasi kekal. Oleh karena itu, marilah kita panjatkan doa-doa kita dengan hati yang tulus, bebas dari kebencian, dan senantiasa memohon hikmat serta keadilan dari Tuhan.