Ayat Mazmur 115:8 memberikan peringatan yang sangat kuat tentang bahaya menyandarkan harapan dan kepercayaan kita pada sesuatu yang bukan Tuhan. Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa mereka yang membuat dan bergantung pada berhala, pada akhirnya akan menjadi sama lemah, tidak berdaya, dan tidak bernyawa seperti berhala itu sendiri. Ini adalah metafora yang tajam untuk menyoroti kegagalan dan kesia-siaan dalam mencari keselamatan, perlindungan, atau kepuasan dari ciptaan, benda mati, atau bahkan ideologi yang tidak memiliki kekuasaan ilahi yang sejati.
Kelemahan Berhala dan Kesia-siaan Kepercayaan Padanya
Dalam konteks penulisan Mazmur, berhala sering kali digambarkan sebagai patung emas atau perak yang dibuat oleh tangan manusia. Mereka memiliki mulut tetapi tidak dapat berbicara, memiliki mata tetapi tidak dapat melihat, memiliki telinga tetapi tidak dapat mendengar, memiliki tangan tetapi tidak dapat meraba, memiliki kaki tetapi tidak dapat berjalan. Betapa konyolnya jika seseorang mengharapkan pertolongan dari sesuatu yang begitu mati dan tidak memiliki kemampuan fundamental untuk bertindak atau bereaksi.
Mazmur 115:4-7 dengan jelas menggambarkan sifat berhala yang tidak berdaya. Mereka adalah benda mati, tidak memiliki kehidupan, tidak dapat merasakan, tidak dapat berinteraksi dengan dunia, dan sama sekali tidak mampu memberikan jawaban atau bantuan apa pun. Dengan demikian, Mazmur 115:8 menjadi kesimpulan logis dari gambaran ini. Kepercayaan yang diberikan kepada berhala adalah kepercayaan yang salah tempat, dan imbalannya adalah menjadi sama seperti objek kepercayaan tersebut – tidak memiliki kekuatan, tidak memiliki tujuan, dan pada akhirnya hanya membawa kekecewaan.
Perbedaan Fundamental dengan Kepercayaan pada Tuhan
Sebaliknya, Kitab Suci terus-menerus menekankan bahwa Tuhan adalah sumber kehidupan, kekuatan, dan keselamatan yang sejati. Dia adalah Pencipta langit dan bumi, Pribadi yang hidup, yang berdaulat atas segala sesuatu. Percaya kepada Tuhan berarti bersandar pada Pribadi yang Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahasetia. Dia berbicara, melihat, mendengar, bertindak, dan berjalan bersama umat-Nya. Kepercayaan kepada-Nya bukanlah kebodohan, melainkan kebijaksanaan tertinggi.
Saat kita menempatkan kepercayaan kita pada Tuhan, kita tidak menjadi seperti Dia dalam hal keilahian-Nya, tetapi kita diubahkan untuk mencerminkan karakter-Nya. Kita diberikan kekuatan baru, hikmat ilahi, dan harapan yang teguh. Hubungan kita dengan Tuhan adalah hubungan yang dinamis dan memberi kehidupan, bukan hubungan statis dengan benda mati. Kita belajar untuk hidup dalam kebenaran-Nya, mengalami kasih-Nya, dan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita.
Implikasi untuk Kehidupan Modern
Meskipun kita mungkin tidak lagi menyembah patung secara harfiah, peringatan dalam Mazmur 115:8 tetap relevan. Dalam kehidupan modern, "berhala" bisa mengambil banyak bentuk: kekayaan materi, kekuasaan, status sosial, teknologi, bahkan ideologi atau keyakinan diri sendiri yang berlebihan. Ketika kita mulai menyandarkan seluruh identitas, rasa aman, dan kebahagiaan kita pada hal-hal ini, kita berisiko menjadi "sama seperti dia" – dangkal, tidak berdaya ketika hal-hal itu hilang, dan pada akhirnya, kosong.
Mazmur 115:8 mengajak kita untuk introspeksi. Kepada siapakah kita benar-benar bersandar? Apa yang menjadi fokus utama hidup kita? Apakah kita sedang membangun kehidupan kita di atas dasar yang kokoh, yaitu kepercayaan pada Tuhan yang hidup dan berkuasa, ataukah kita sedang mengagumi dan menggantungkan diri pada "patung" yang diciptakan oleh keinginan duniawi kita sendiri? Pilihan ini memiliki implikasi kekal. Percaya kepada Tuhan adalah jalan menuju kehidupan yang bermakna dan berdaya, sementara kepercayaan pada ciptaan akan membawa kita pada kehampaan.