"Orang-orang yang murtad kubenci, tetapi **Engkau** kukasihi."
Ayat Mazmur 119:113 merupakan sebuah pengakuan yang dalam dari pemazmur, yang mencerminkan perjuangan batin dan kesetiaan kepada Tuhan. Kalimat yang ringkas ini menyiratkan sebuah penolakan tegas terhadap segala sesuatu yang menjauhkan dari kebenaran ilahi, sambil menegaskan sebuah kasih yang mendalam dan tak tergoyahkan kepada Sang Pencipta. Dalam rentang kehidupan yang penuh godaan dan kemungkinan penyimpangan, pemazmur dengan jujur menyatakan kebenciannya terhadap "orang-orang yang murtad," yaitu mereka yang meninggalkan jalan Tuhan, berpaling dari ajaran-Nya, atau menyimpang dari kebenaran-Nya. Perasaan ini bukanlah kebencian yang picik atau dendam, melainkan sebuah kesadaran spiritual akan bahaya dari kemurtadan itu sendiri, dan penolakan terhadap hal-hal yang dapat merusak hubungan seseorang dengan Tuhan.
Istilah "murtad" dalam konteks spiritual sering kali merujuk pada tindakan meninggalkan keyakinan, mengkhianati iman, atau secara sadar menolak ajaran-ajaran suci. Dalam Mazmur 119:113, pemazmur tidak hanya membenci tindakan tersebut, tetapi juga orang-orang yang melakukannya, mungkin karena melihat dampak buruk dari kemurtadan tersebut terhadap individu itu sendiri dan komunitas rohani. Hal ini menunjukkan sebuah kepedulian yang mendalam terhadap keutuhan iman dan kesetiaan kepada Tuhan.
Namun, penegasan pemazmur tidak berhenti pada penolakan. Bagian kedua dari ayat ini, "tetapi Engkau kukasihi," adalah inti dari pengakuan imannya. Kasih ini adalah fondasi dari seluruh kehidupannya. Kasih kepada Tuhan bukan hanya sekadar emosi, tetapi sebuah komitmen yang aktif, sebuah pilihan yang disengaja untuk mengutamakan Tuhan di atas segalanya. Kasih ini menjadi sumber kekuatan, arahan, dan penghiburan. Di tengah dunia yang seringkali tampak kacau dan tidak stabil, kasih kepada Tuhan memberikan jangkar yang kokoh.
Pemazmur melihat kedua hal ini—kebencian terhadap kemurtadan dan kasih kepada Tuhan—sebagai dua sisi mata uang yang sama. Tanpa kasih yang tulus kepada Tuhan, sulit untuk memiliki penolakan yang kuat terhadap hal-hal yang merusak hubungan dengan-Nya. Sebaliknya, kasih kepada Tuhan akan secara alami memotivasi seseorang untuk menjauhi apa pun yang dapat memisahkan dirinya dari hadirat-Nya. Ini adalah keseimbangan yang penting dalam perjalanan iman.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh distraksi, seringkali kita dihadapkan pada berbagai pilihan yang menguji kesetiaan kita. Ajakan dari dunia bisa jadi sangat kuat, menawarkan kenikmatan sesaat atau kepuasan duniawi yang semu. Kadang-kadang, kita mungkin merasa tergoda untuk berkompromi dengan prinsip-prinsip iman, atau bahkan secara perlahan menjauh dari kebenaran. Di sinilah Mazmur 119:113 menjadi pengingat yang relevan. Ia mendorong kita untuk secara sadar memilih untuk mencintai Tuhan lebih dari segala hal lainnya, dan menjadikan kasih itu sebagai kompas moral kita.
Ketika kita memelihara kasih yang mendalam kepada Tuhan, kita akan lebih mampu mengenali dan menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak-Nya. Ini bukan tentang bersikap kaku atau menghakimi orang lain, melainkan tentang menjaga hati dan pikiran kita tetap fokus pada Tuhan. Mencintai Tuhan berarti mengupayakan ketaatan, mencari hikmat-Nya dalam Firman-Nya, dan mendengarkan suara-Nya dalam doa. Dengan demikian, kita tidak hanya menghindari jurang kemurtadan, tetapi juga mengalami kekayaan dan kedalaman hubungan dengan Sang Pencipta, yang adalah sumber kasih sejati dan abadi. Mari kita renungkan ayat ini dan biarkan ia menginspirasi kita untuk memperbaharui komitmen kasih kita kepada Tuhan setiap hari.