"Maka ia berkata: ‘Biarlah kiranya Abigal, ibuku, diberikan engkau menjadi isteri, supaya ia dapat menjadi isteri ayahnya dan hatiku merasa puas.’"
Kitab 1 Raja-Raja mencatat berbagai peristiwa penting dalam sejarah kerajaan Israel. Salah satu bagian yang menarik adalah kisah akhir kehidupan Daud dan penentuan penggantinya, yaitu Salomo. Dalam pasal 2, kita melihat bagaimana Daud memberikan amanat terakhir kepada putranya, Salomo, mengenai bagaimana ia harus memerintah dan bagaimana menghadapi berbagai tantangan yang mungkin timbul.
Ayat 2:21 ini muncul dalam percakapan antara Salomo dan ibunya, Batsyeba. Ketika Adonia, putra Daud yang lain dan saingan Salomo, datang untuk menyampaikan permintaannya, permintaan yang ia sampaikan kepada Salomo sangatlah mengejutkan. Adonia, yang sebelumnya berusaha merebut takhta dari Salomo dengan dukungan dari Yoab dan Imam Besar Abyatar, kini mengajukan satu permintaan sederhana: agar Salomo mengizinkan ia menikahi Abigal. Nama Abigal mungkin terdengar familiar karena ia adalah mantan istri Nabal dan kemudian menjadi istri Daud. Namun, dalam konteks ayat ini, Abigal yang dimaksud adalah Abigal, ibu dari Absalom, yang merupakan salah satu putri Daud. Jadi, Abigal di sini adalah saudara perempuan Daud, dan bibi dari Adonia serta Salomo.
Permintaan Adonia ini, meskipun terdengar sepele, memiliki implikasi politik yang cukup besar. Dalam budaya Israel kuno, pernikahan antar anggota keluarga kerajaan sering kali menjadi cara untuk memperkuat aliansi dan legitimasi kekuasaan. Dengan menikahi putri Daud, Adonia bisa saja mencoba untuk mengkonsolidasikan klaimnya atas takhta atau setidaknya menunjukkan kepada publik bahwa ia masih memiliki dukungan dari garis keturunan kerajaan.
Namun, yang menarik adalah respons Salomo. Ketika Batsyeba menyampaikan permintaan Adonia, Salomo memberikan jawaban yang menunjukkan kebijaksanaan dan ketegasan. Salomo segera mengenali bahwa permintaan ini dapat menjadi langkah awal bagi Adonia untuk kembali menantang kekuasaannya. Alih-alih langsung mengabulkan atau menolak mentah-mentah, Salomo bertanya kembali kepada ibunya, "Kalau begitu, mengapa engkau memohon Abigal, saudara perempuan Daud, ibu Absalom, menjadi isteri Adonia?" Ungkapan ini seolah menunjukkan bahwa Salomo ingin memastikan ibunya memahami implikasi dari permintaan tersebut.
Kemudian, dalam ayat 2:21, Batsyeba menjelaskan alasan di balik permintaannya yang terdengar seperti ia ingin menolong Adonia. Ia berkata, "Biarlah kiranya Abigal, ibuku, diberikan engkau menjadi isteri, supaya ia dapat menjadi isteri ayahnya dan hatiku merasa puas." Pernyataan ini sedikit membingungkan jika diterjemahkan secara harfiah dan terisolasi. Namun, jika kita melihat konteks yang lebih luas dari 1 Raja-Raja pasal 2, tampaknya ada tafsir yang berbeda. Beberapa penafsir menyarankan bahwa Batsyeba mungkin secara keliru merujuk pada Abigal, atau mungkin ada kesalahan dalam penomoran generasi dalam catatan Alkitab. Jika Abigal di sini adalah putri Daud (ibu dari Absalom), maka Adonia akan menikahi keponakannya sendiri, yang secara norma budaya dan hukum mungkin menjadi masalah.
Namun, fokus utama yang bisa kita ambil dari ayat ini adalah bagaimana keputusan politik dan pribadi saling terkait. Salomo harus berhati-hati dalam setiap langkahnya untuk mengamankan kerajaannya. Permintaan Adonia, meskipun disampaikan melalui ibunya, harus dipertimbangkan dengan matang. Kebijaksanaan Salomo terlihat dalam tindakannya di pasal-pasal berikutnya, di mana ia menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan efektif dalam menyingkirkan potensi ancaman, termasuk Adonia sendiri, agar ia dapat memerintah dengan damai.
Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya memahami motif di balik sebuah permintaan, terutama dalam konteks kekuasaan dan hubungan keluarga. Kita juga diingatkan bahwa, meskipun keinginan pribadi mungkin tampak tulus, keputusan yang diambil harus selalu didasarkan pada prinsip kebenaran dan kebijaksanaan demi kebaikan yang lebih besar.