Mazmur 119:80

"Biarlah hatiku tak bercela dalam ketetapan-ketetapan-Mu, supaya aku jangan mendapat malu."

Tulus

Simbol hati yang tulus menuju jalan kebenaran.

Menuju Kebaikan Melalui Firman Tuhan

Mazmur 119, pasal terpanjang dalam Alkitab, adalah sebuah madah pujian yang mendalam tentang keindahan, kekuatan, dan pentingnya firman Tuhan dalam kehidupan seorang percaya. Ayat ke-80, "Biarlah hatiku tak bercela dalam ketetapan-ketetapan-Mu, supaya aku jangan mendapat malu," merupakan sebuah seruan hati yang penuh kerinduan. Daud, sang pemazmur, mengungkapkan sebuah aspirasi fundamental: keinginan untuk memiliki hati yang murni dan tanpa cela, yang hidup sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Kondisi hati yang "tak bercela" bukan berarti kesempurnaan mutlak tanpa kesalahan. Sebaliknya, ini merujuk pada kemurnian motivasi dan kesungguhan dalam mengarahkan seluruh keberadaan kepada Tuhan dan firman-Nya. Ini adalah hati yang tidak terbagi, yang tidak mendua, dan yang tidak membiarkan berbagai keinginan duniawi atau hawa nafsu merusak integritasnya di hadapan Sang Pencipta. Keinginan ini lahir dari kesadaran akan kerapuhan diri dan urgensi untuk terus menerus disucikan oleh kebenaran ilahi.

Penekanan pada "ketetapan-ketetapan-Mu" menunjukkan bahwa sumber dari hati yang tak bercela adalah ketaatan terhadap hukum dan ajaran Tuhan. Firman Tuhan adalah pelita bagi kaki dan terang bagi jalan (Mazmur 119:105). Dengan merenungkan dan mempraktikkan firman tersebut, hati seorang percaya dibentuk, dikoreksi, dan dikuatkan. Ketaatan bukan sekadar tindakan lahiriah, melainkan manifestasi dari hati yang sungguh-sungguh mengasihi dan menghormati Tuhan.

Ketakutan akan "malu" yang diungkapkan oleh Daud bukanlah ketakutan akan opini manusia semata, melainkan rasa malu di hadapan Tuhan dan diri sendiri ketika gagal hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Rasa malu ini bisa datang ketika perbuatan kita bertentangan dengan apa yang kita yakini sebagai kebenaran, ketika kita memberikan kesan yang salah tentang Tuhan kepada orang lain, atau ketika kita sendiri merasa jauh dari hadirat-Nya. Oleh karena itu, kerinduan untuk tidak dipermalukan adalah dorongan untuk terus berjalan dalam kekudusan dan integritas.

Dalam konteks kehidupan modern yang penuh godaan dan distraksi, permohonan dalam Mazmur 119:80 ini menjadi semakin relevan. Teknologi, budaya populer, dan tekanan sosial seringkali berusaha mengaburkan garis antara yang benar dan yang salah. Memiliki hati yang tak bercela di tengah arus ini memerlukan komitmen yang teguh untuk menjadikan firman Tuhan sebagai kompas moral. Ini berarti secara sadar memilih untuk mendengarkan suara Tuhan lebih dari suara dunia, mencari hikmat-Nya dalam setiap keputusan, dan membiarkan kebenaran-Nya menjiwai setiap aspek kehidupan kita. Dengan demikian, kita dapat menjalani hidup yang tidak hanya berkenan di hadapan Tuhan, tetapi juga membawa kesaksian yang mulia dan terhindar dari penyesalan yang mendalam.