Mazmur 122:4 - Sukacita Yerusalem

"Ke sanalah suku-suku berjalan, ya suku-suku TUHAN, menurut peraturan bagi Israel, untuk bersyukur kepada TUHAN."

Mazmur 122 adalah sebuah nyanyian ziarah yang penuh sukacita dan kekaguman. Ayat keempatnya, "Ke sanalah suku-suku berjalan, ya suku-suku TUHAN, menurut peraturan bagi Israel, untuk bersyukur kepada TUHAN," melukiskan gambaran perjalanan spiritual yang penting bagi bangsa Israel kuno. Ayat ini bukan sekadar deskripsi geografis, melainkan representasi mendalam tentang identitas, persekutuan, dan ibadah.

Pada masa Bait Suci berdiri, Yerusalem adalah pusat kehidupan religius dan spiritual bagi seluruh keturunan Yakub. Suku-suku yang berbeda, yang terkadang memiliki perbedaan sosial atau geografis, semua dipanggil untuk berkumpul di satu tempat. Perjalanan menuju Yerusalem bukanlah perjalanan biasa; itu adalah sebuah ziarah yang direncanakan, sebuah tindakan ketaatan, dan sebuah ekspresi kerinduan untuk berhadapan dengan hadirat Allah. "Peraturan bagi Israel" menunjukkan bahwa ini adalah sebuah kewajiban agama yang penting, bagian dari identitas mereka sebagai umat pilihan Allah.

Kata kunci "suku-suku TUHAN" menekankan hubungan unik antara Israel dengan Allah mereka. Mereka bukan sekadar suku-suku biasa, tetapi suku-suku yang dikhususkan, yang memiliki ikatan perjanjian dengan Yang Mahatinggi. Oleh karena itu, ziarah mereka ke Yerusalem adalah tindakan pengakuan iman, pengagungan, dan ucapan syukur. Mereka datang untuk mengingat janji-janji Allah, untuk merayakan perbuatan-Nya yang ajaib, dan untuk memperbarui komitmen mereka kepada-Nya.

Dalam konteks modern, Mazmur 122:4 dapat diinterpretasikan lebih luas. Bagi banyak orang percaya, Yerusalem melambangkan persekutuan orang percaya di mana pun mereka berada. Ziarah ke tempat kudus dapat diartikan sebagai keharusan untuk berkumpul dengan saudara-saudari seiman, baik dalam ibadah lokal maupun dalam persekutuan yang lebih luas. Tujuan utama dari pertemuan ini tetap sama: "untuk bersyukur kepada TUHAN." Ini adalah panggilan untuk mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Allah, mengakui kebaikan-Nya, dan mengekspresikan rasa terima kasih kita melalui pujian dan penyembahan.

Perjalanan ziarah ini juga mengajarkan tentang pentingnya persatuan dalam iman. Terlepas dari latar belakang kita yang beragam, ketika kita datang bersama untuk menyembah Allah, kita menjadi satu tubuh Kristus. Kunjungan ke Yerusalem di masa lalu adalah momen di mana identitas kesukuan memudar, digantikan oleh identitas yang lebih besar sebagai umat Allah. Demikian pula, dalam persekutuan Kristen, perbedaan kelas, ras, atau kebangsaan seharusnya dileburkan oleh kasih Kristus yang mempersatukan kita.

Jadi, ketika kita merenungkan Mazmur 122:4, kita diingatkan akan panggilan ilahi untuk selalu mendekat kepada Allah dalam ibadah dan persekutuan. Ini adalah undangan untuk merasakan sukacita Yerusalem, sukacita bersatu dalam hadirat-Nya, dan sukacita untuk mempersembahkan syukur yang tulus kepada TUHAN, Allah kita. Perjalanan itu sendiri adalah bagian dari pengalaman iman, sebuah penegasan bahwa kita adalah umat yang berjalan menuju tujuan ilahi, dengan hati yang dipenuhi rasa syukur dan kekaguman.