Ayat dari Mazmur 137:7 ini adalah sebuah seruan yang mendalam dari kedalaman penderitaan umat Israel yang sedang dibuang di Babel. Mazmur ini, secara keseluruhan, menggambarkan kesedihan, kerinduan, dan bahkan kemarahan yang dirasakan oleh bangsa Israel ketika mereka dibawa dari tanah air mereka yang tercinta. Ayat ketujuh secara khusus menyoroti luka emosional yang dalam akibat penghinaan dan kekejaman yang mereka alami, bukan hanya dari penakluk utama, tetapi juga dari bangsa-bangsa tetangga yang seharusnya berempati.
Konteks sejarah di balik ayat ini sangat penting untuk dipahami. Yerusalem telah dihancurkan oleh Babel, dan banyak orang Israel dibuang. Dalam momen kehancuran dan ketidakberdayaan ini, bangsa lain, termasuk Edom, turut memperparah penderitaan mereka. Ayat ini menggambarkan bagaimana keturunan Edom tidak hanya menyaksikan kehancuran, tetapi juga secara aktif mendorong para penyerbu untuk menghancurkan Yerusalem hingga ke dasarnya. Ini adalah bentuk ejekan yang kejam, keinginan untuk melihat kebanggaan Israel lenyap tak berbekas.
Mazmur 137:7 bukan sekadar catatan sejarah, melainkan ekspresi dari rasa sakit yang begitu besar hingga memohon keadilan ilahi. Pemazmur, dalam keadaannya yang tertekan, memohon agar Tuhan mengingat perlakuan kejam yang diterima oleh bangsanya, khususnya dari Edom. Permohonan ini bukanlah seruan untuk balas dendam yang semena-mena, melainkan sebuah penyerahan diri pada otoritas Tuhan sebagai hakim yang adil. Ada keyakinan bahwa Tuhan melihat penderitaan umat-Nya dan akan bertindak pada waktu-Nya yang tepat.
Dalam budaya kuno, mengakui dan mengingat perlakuan yang tidak adil adalah bagian dari proses penyembuhan dan penegakan keadilan. Bagi Israel yang kehilangan segalanya, ingatan akan penghinaan ini menjadi beban yang berat. Namun, melalui doa ini, mereka mengubah beban tersebut menjadi sebuah tuntutan kepada Tuhan. Ini menunjukkan bahwa iman mereka tidak berhenti pada kesedihan, tetapi juga mencakup harapan akan keadilan dan pemulihan. Ayat ini mengingatkan kita bahwa bahkan dalam momen keputusasaan, Tuhan adalah tempat kita berseru.
Memang, bagian akhir dari Mazmur 137 seringkali dianggap kontroversial karena berisi doa-doa yang meminta penghukuman bagi para penindas. Namun, kita perlu melihatnya dalam konteks budaya dan bahasa pada masa itu, di mana ekspresi emosi yang kuat, termasuk kemarahan terhadap musuh yang kejam, tidak dihindari. Ayat Mazmur 137:7 ini berfungsi sebagai pengingat akan kedalaman kepedihan yang bisa dialami oleh umat Tuhan ketika mereka dihadapkan pada kekejaman dan ketidakadilan. Doa ini mengajak kita untuk merenungkan betapa pentingnya keadilan, kasih, dan pengampunan, sekaligus mengakui bahwa terkadang rasa sakit begitu dalam sehingga membutuhkan campur tangan ilahi.
Bagi pembaca modern, ayat ini mengajarkan tentang kekuatan doa di tengah penderitaan. Ini adalah pengingat bahwa kita dapat membawa rasa sakit dan ketidakadilan kita kepada Tuhan, percaya bahwa Dia mendengar dan peduli. Perlakuan Edom pada hari kehancuran Yerusalem menjadi simbol betapa kerasnya hati manusia ketika dihadapkan pada penderitaan orang lain. Ayat Mazmur 137:7 mengajak kita untuk merefleksikan bagaimana kita bereaksi terhadap penderitaan sesama dan betapa pentingnya kepekaan serta belas kasih.