"Dan perkataan itu menyenangkan hati seluruh orang banyak. Lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang mualaf dari Antiokhia."
Pasal keenam Kitab Para Rasul menceritakan salah satu momen krusial dalam sejarah gereja mula-mula. Setelah peristiwa Pentakosta, di mana Roh Kudus dicurahkan, ribuan orang menerima Kristus dan bergabung dengan komunitas pengikut-Nya. Gereja di Yerusalem mengalami pertumbuhan yang luar biasa pesat.
Pertumbuhan yang cepat ini, meskipun merupakan tanda berkat dan kuasa Allah, juga membawa serta tantangan baru. Salah satu tantangan yang muncul adalah terkait pelayanan harian, khususnya dalam distribusi bantuan kepada para janda. Ada keluhan dari janda-janda Yahudi berbahasa Yunani yang merasa pelayanan sehari-hari tersebut tidak proporsional dibandingkan dengan janda-janda Yahudi berbahasa Ibrani.
Menghadapi isu ini, para rasul tidak ragu untuk mencari solusi yang efektif. Mereka menyadari bahwa fokus utama mereka adalah pada pelayanan firman dan doa. Oleh karena itu, mereka mengusulkan agar ditunjuk tujuh orang di antara jemaat yang memiliki reputasi baik, penuh dengan Roh Kudus dan hikmat, untuk mengurus pelayanan pembagian makanan ini. Hal ini memungkinkan para rasul untuk terus berkonsentrasi pada tugas utama mereka, sementara masalah pelayanan kebutuhan dasar jemaat dapat ditangani secara efisien.
Representasi visual dari pertumbuhan dan keteraturan gereja.
Ayat 5 dalam Kisah Rasul pasal 6 menyebutkan tujuh orang yang dipilih: Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas, dan Nikolaus. Nama-nama ini menunjukkan keragaman latar belakang, termasuk Nikolaus yang berasal dari Antiokhia, sebuah kota di luar Yudea. Hal ini mengindikasikan bahwa gereja mula-mula sudah mulai menerima anggota dari berbagai latar belakang etnis dan budaya.
Pemilihan ketujuh orang ini dilakukan berdasarkan persetujuan seluruh jemaat. Mereka dipilih karena dikenal memiliki iman yang kuat, dipenuhi Roh Kudus, dan memiliki hikmat. Penekanan pada kualitas spiritual dan karakter ini menjadi fondasi penting bagi pelayanan mereka. Stefanus, misalnya, menjadi tokoh penting yang kemudian menjadi martir pertama dalam sejarah gereja, menunjukkan keberaniannya dalam kesaksian iman.
Kisah ini memberikan beberapa pelajaran berharga. Pertama, pertumbuhan gereja adalah berkat yang harus dikelola dengan baik melalui pelayanan yang terorganisir. Kedua, kepemimpinan yang bijaksana dalam gereja harus mampu mendelegasikan tugas agar fokus pada hal yang paling utama. Ketiga, pemilihan pelayan harus didasarkan pada karakter rohani yang kuat dan kemampuan melayani, bukan sekadar popularitas.
Keempat, keragaman dalam jemaat adalah kekayaan yang harus dirangkul dan dikelola dengan adil, seperti yang terlihat dari penunjukan pelayan yang mampu mengurus kebutuhan semua anggota jemaat. Kelima, pelayanan yang tulus, bahkan dalam hal-hal yang tampak sederhana seperti pembagian makanan, memiliki dampak besar dalam menjaga keharmonisan dan persatuan jemaat.
Kisah Para Rasul 6:5 bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga panduan praktis tentang bagaimana gereja dapat tumbuh dan mengatasi tantangan sambil tetap setia pada panggilan utamanya. Ini menunjukkan pentingnya organisasi, kepemimpinan yang kuat, dan pelayanan yang penuh kasih untuk kemajuan Injil.