Mazmur 139:21 menyajikan sebuah pernyataan yang kuat dari pemazmur Daud mengenai perasaannya terhadap mereka yang memusuhi Tuhan. Ayat ini bukan sekadar ungkapan ketidaksukaan biasa, melainkan sebuah penolakan yang mendalam dan kesetiaan yang teguh kepada Sang Pencipta. Dalam konteks yang lebih luas dari Mazmur 139, ayat ini menunjukkan bagaimana pemazmur bergulat dengan pengenalan akan kebaikan, kekudusan, dan kedaulatan Tuhan dalam segala aspek kehidupannya. Ia menyadari bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu tentang dirinya, bahkan sampai ke dalam pikiran dan hatinya yang terdalam.
Ketika pemazmur menyatakan kebenciannya kepada orang-orang yang membenci Tuhan, ini mencerminkan keselarasan hatinya dengan kehendak Tuhan. Ini bukan kebencian yang liar atau sembrono, melainkan sebuah kesadaran yang tumbuh dari perjumpaan pribadi dengan kebenaran dan kasih Tuhan. Orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan akan secara alami merasa tidak nyaman, bahkan jijik, terhadap segala sesuatu yang berlawanan dengan sifat dan kehendak-Nya. Ini adalah refleksi dari buah Roh yang seharusnya tumbuh dalam diri orang percaya: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.
Perasaan jijik yang disebutkan dalam ayat ini bukanlah tentang menghakimi orang lain secara pribadi, tetapi lebih kepada penolakan terhadap dosa dan pemberontakan terhadap Tuhan. Ini adalah sikap hati yang menghargai kekudusan Tuhan dan tidak dapat mentolerir apapun yang merendahkannya atau merusak hubungan manusia dengan-Nya. Pemazmur, dalam ketergantungannya kepada Tuhan, mengarahkan seluruh perasaannya, termasuk kebencian dan kejijikan, kepada sumber yang benar: yaitu, segala sesuatu yang bertentangan dengan Tuhan.
Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan hubungan kita dengan Tuhan. Sejauh mana kita membiarkan kehendak Tuhan membentuk perasaan dan sikap hati kita? Apakah kita juga merasakan ketidaknyamanan yang tulus terhadap dosa dan segala sesuatu yang menjauhkan manusia dari Tuhan? Mazmur 139:21 mengingatkan kita bahwa kesetiaan kepada Tuhan seringkali berarti mengambil sikap yang jelas terhadap nilai-nilai-Nya, bahkan jika itu berarti berbeda dari dunia di sekitar kita. Ini adalah panggilan untuk integritas rohani, di mana hati kita selaras dengan hati Tuhan, memupuk kasih kepada apa yang Ia kasihi dan menolak apa yang Ia tolak.