Mazmur 38:13 menyajikan sebuah gambaran yang kuat tentang kondisi kerohanian seseorang yang menghadapi penderitaan dan cobaan berat. Ayat ini bukan sekadar deskripsi ketidakmampuan fisik, melainkan sebuah metafora mendalam tentang pilihan untuk tidak merespons atau mengakui kesalahan, bahkan ketika kebenaran ada di hadapan mata. Daud, penulis mazmur ini, sedang bergumul dengan kesalahannya dan konsekuensinya, merasakan murka Tuhan yang meliputinya. Dalam keadaan ini, ia menggambarkan dirinya seolah-olah tuli dan bisu.
Menjadi "seperti orang tuli, tidak mendengar" menyiratkan sebuah penolakan aktif untuk mendengarkan peringatan, nasihat, atau bahkan suara Tuhan. Ini bisa jadi karena keras hati, keangkuhan, atau rasa malu yang mendalam akibat dosa. Ketika seseorang tidak mau mendengar, ia menutup diri dari kemungkinan untuk belajar, bertobat, dan memperbaiki jalannya. Peringatan ilahi, teguran dari sesama, atau suara hati nurani menjadi tidak berarti karena telinga hati telah tertutup rapat. Ini adalah kondisi yang berbahaya, karena tanpa penerimaan kebenaran, pertumbuhan rohani akan terhenti.
Selanjutnya, ungkapan "seperti orang bisu yang tidak membuka mulutnya" menambah kedalaman makna. Orang bisu tidak dapat berbicara, tidak dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, atau mengakui kesalahan. Dalam konteks Daud, ini bisa berarti ketidakmampuannya untuk mengaku dosa, meminta ampun, atau bahkan berseru kepada Tuhan. Ada sesuatu yang menghalangi lisannya untuk bergerak, mungkin rasa bersalah yang luar biasa, atau mungkin sikap pasrah yang keliru tanpa disertai tindakan pertobatan yang aktif. Keheningan ini bisa sangat menyiksa, terutama ketika ada kerinduan dalam hati untuk berkomunikasi dengan Tuhan namun bibir terasa terkunci.
Meskipun gambaran dalam Mazmur 38:13 terdengar suram, penting untuk melihat konteks keseluruhan mazmur. Daud tidak berhenti pada kondisi tuli dan bisu ini. Justru, pengakuan atas ketidakmampuannya adalah langkah awal menuju pemulihan. Ia sadar bahwa ia membutuhkan campur tangan Tuhan. Ketaatan yang digambarkan di sini bukanlah ketaatan yang pasif dan tanpa pemikiran, melainkan sebuah pengakuan yang jujur tentang kelemahan manusiawi yang memerlukan anugerah ilahi.
Dalam kehidupan modern, kita mungkin juga pernah merasakan situasi di mana kita merasa tuli terhadap nasihat bijak atau bisu dalam mengakui kesalahan kita. Mungkin karena kita merasa benar sendiri, malu, atau takut akan konsekuensi. Namun, seperti Daud, kita dipanggil untuk tidak berdiam diri dalam kondisi tersebut. Mazmur ini mengingatkan kita bahwa pengakuan akan ketidakmampuan kita adalah langkah pertama menuju kelepasan. Kita diajak untuk membuka telinga hati kita untuk mendengarkan kebenaran, dan membuka mulut kita untuk mengakui, memohon ampun, dan memuliakan Tuhan.
Simbol hati yang terbuka dan telinga yang siap mendengar.
Memahami Mazmur 38:13 adalah tentang menyadari bahwa ketaatan sejati seringkali dimulai dengan pengakuan akan ketidakmampuan kita sendiri, lalu dengan kerendahan hati membuka diri untuk menerima tuntunan Tuhan. Ini adalah undangan untuk merendahkan diri, mendengarkan dengan saksama, dan berbicara dengan jujur di hadapan Sang Pencipta, sehingga pemulihan dan kedamaian dapat diperoleh.