Ayat Mazmur 42:10 ini merupakan seruan hati yang terdalam, sebuah pengakuan jujur akan pergumulan dan rasa sakit yang dialami seorang pemazmur. Ia berdiri di hadapan Allah, dalam momen keputusasaan, bertanya dengan penuh keraguan: "Gunung batuku, mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berdukacita karena tekanan musuh?" Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar ungkapan frustrasi, melainkan panggilan untuk memahami, untuk merasakan kehadiran Tuhan di tengah situasi yang terasa begitu berat dan tak tertanggungkan.
"Gunung batuku" adalah gambaran yang kuat tentang Allah sebagai tempat perlindungan yang kokoh, sumber kekuatan yang tak tergoyahkan. Namun, ketika tekanan dari musuh begitu dahsyat, seolah-olah gunung batu itu pun menghilang, atau setidaknya tidak terasa kehadirannya. Ini adalah pengalaman yang seringkali dialami banyak orang. Di saat kita paling membutuhkan kehadiran dan pertolongan-Nya, justru rasa ditinggalkan yang meliputi. Dukacita yang timbul dari tekanan musuh, baik itu dalam bentuk kesulitan hidup, penolakan, penyakit, atau tantangan lainnya, bisa membuat kita mempertanyakan iman dan kesetiaan Tuhan.
Namun, di balik pertanyaan pilu tersebut, terkandung benih harapan. Pemazmur tidak berhenti berdoa; ia justru menujukan pertanyaannya kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa ia masih percaya bahwa Allah adalah pendengar doa dan sumber jawaban. Bahkan dalam kebingungan dan kesedihan, ia tetap berpaling kepada Tuhan. Ini mengajarkan kita untuk tidak menjauh dari Tuhan ketika menghadapi masa-masa sulit, melainkan mendekat, bahkan jika yang bisa kita lakukan hanyalah mengeluarkan pertanyaan dan keluh kesah kita.
Tekanan dari musuh bisa datang dalam berbagai bentuk. Bisa jadi ia adalah kesulitan finansial yang mendesak, konflik dalam hubungan, kegagalan dalam pekerjaan, atau bahkan perjuangan spiritual yang mendalam. Saat-saat seperti ini seringkali menguji fondasi iman kita. Kita mungkin merasa sendirian, seperti burung yang terperangkap di tengah badai, tak tahu arah harus terbang. Pertanyaan "mengapa Engkau melupakan aku?" adalah suara hati yang jujur ketika kenyataan hidup terasa sangat berbeda dari janji-janji ilahi yang pernah kita dengar.
Meskipun begitu, Mazmur 42:10 mengajak kita untuk melihat lebih jauh. Pemazmur, dalam keseluruhan kitab Mazmur, seringkali bertransisi dari ratapan ke pujian. Ini menandakan bahwa penderitaan bukanlah akhir dari segalanya. Allah mungkin membiarkan kita merasakan tekanan, bukan untuk menghancurkan kita, tetapi untuk menempa kita, mengajarkan kita untuk bergantung sepenuhnya pada-Nya, dan pada akhirnya menunjukkan kuasa-Nya yang besar dalam kelemahan kita. Harapan sejati tidak terletak pada hilangnya masalah, tetapi pada kehadiran Tuhan yang selalu ada, bahkan ketika kita tidak merasakannya. Keyakinan bahwa Allah adalah "gunung batuku" harus tetap menjadi jangkar iman kita, mendorong kita untuk terus mencari dan menantikan pertolongan-Nya, karena Dia tidak pernah benar-benar melupakan umat-Nya.