Ilustrasi tangan yang memberi dengan tulus.

Keluaran 35 22: Hati yang Bersukacita dalam Memberi

"Kemudian datanglah laki-laki dan perempuan, setiap orang yang terdorong hatinya, membawa persembahan ... untuk pekerjaan yang diperintahkan TUHAN." (Keluaran 35:22)

Semangat Pemberian dari Hati yang Tulus

Ayat dari Keluaran 35 22 ini menjadi pengingat yang indah tentang bagaimana seharusnya respons kita terhadap panggilan untuk memberi. Ini bukanlah sekadar kewajiban atau beban, melainkan sebuah ekspresi dari hati yang terdorong, yang bersukacita dalam kesempatan untuk berkontribusi. Dalam konteks perikop ini, persembahan yang dimaksud adalah untuk pembangunan Kemah Suci, sebuah tempat di mana umat Israel dapat beribadah dan bertemu dengan Tuhan. Pembangunan ini membutuhkan sumber daya yang melimpah, mulai dari emas, perak, tembaga, kain berwarna-warni, hingga tenaga kerja yang terampil.

Yang menarik dari ayat ini adalah penekanannya pada motivasi di baliknya: "setiap orang yang terdorong hatinya". Ini menunjukkan bahwa pemberian yang sejati berasal dari dorongan batin, bukan karena paksaan, rasa bersalah, atau keinginan untuk dipuji. Ketika hati kita tergerak oleh kasih kepada Tuhan dan sesama, serta oleh kesadaran akan kebaikan yang telah kita terima, memberikan menjadi sebuah kesenangan tersendiri. Pemberian semacam inilah yang paling berkenan dan memiliki dampak yang paling besar.

Arti Pemberian yang Digerakkan oleh Hati

Dalam kehidupan modern, makna dari Keluaran 35 22 tetap relevan. Kita mungkin tidak sedang membangun Kemah Suci secara fisik, namun ada banyak panggilan untuk memberi: kepada gereja, lembaga amal, keluarga yang membutuhkan, atau proyek-proyek sosial yang membawa kebaikan. Kunci utamanya tetap sama: dorongan hati.

Pemberian yang datang dari hati yang terdorong tidak hanya bersifat material. Ia bisa berupa waktu, tenaga, keterampilan, atau sekadar doa yang tulus. Ketika kita memberikan diri kita sepenuhnya, dengan sukacita dan tanpa berat hati, kita turut serta dalam pekerjaan yang lebih besar dari diri kita sendiri. Sama seperti umat Israel yang bahu-membahu membangun tempat ibadah mereka, kita pun dapat menjadi bagian dari gerakan kebaikan yang lebih luas. Semangat "terdorong hatinya" mengajarkan kita untuk selalu memeriksa motivasi kita dalam memberi. Apakah kita memberi karena kita ingin, atau karena kita merasa terpaksa? Apakah kita melihatnya sebagai kesempatan untuk membalas kebaikan, atau sebagai cara untuk mengungkapkan syukur?

Dampak Pemberian yang Bersukacita

Ketika kita memberi dengan hati yang sukacita, ada beberapa dampak positif yang bisa kita rasakan, baik bagi diri sendiri maupun bagi penerima. Bagi diri sendiri, memberi dapat meningkatkan rasa bahagia, mengurangi stres, dan memberikan rasa tujuan yang lebih dalam. Kita belajar untuk tidak terikat pada harta benda, dan menyadari bahwa berkat terbesar seringkali datang ketika kita membagikannya. Bagi penerima, pemberian yang tulus adalah sumber harapan dan kekuatan. Ia menunjukkan bahwa mereka tidak sendirian dan bahwa ada orang-orang yang peduli.

Ayat Keluaran 35 22 mengingatkan kita bahwa memberi bukanlah tentang jumlahnya, melainkan tentang kualitas hati yang mengiringinya. Ketika hati kita penuh dengan kasih dan syukur, setiap pemberian, sekecil apapun, akan menjadi persembahan yang berharga. Mari kita terus memupuk hati yang terdorong dan bersukacita dalam memberi, menjadi saluran berkat bagi dunia di sekitar kita.