Mazmur 44:22 - Iman di Tengah Penderitaan

"Tetapi karena Engkau, kami terus-menerus diancam dibunuh, kami dianggap seperti domba-domba sembelihan."

Ayat Mazmur 44:22 ini membukakan sebuah realitas yang seringkali sulit untuk diterima: penderitaan dan penganiayaan yang dialami oleh umat Tuhan. Lirik ini mencerminkan suara hati jemaat yang sedang berada dalam situasi genting, menghadapi ancaman kematian yang terus-menerus. Frasa "karena Engkau" menyiratkan bahwa penderitaan ini tidak terlepas dari kesetiaan mereka kepada Tuhan. Mereka dianiaya, bukan karena kesalahan mereka sendiri, melainkan karena identitas mereka sebagai umat yang mengasihi dan menyembah Allah.

Gambaran "domba-domba sembelihan" sangatlah kuat dan menyentuh. Domba, dalam konteks budaya kuno, seringkali diasosiasikan dengan ketidakberdayaan, kepolosan, dan kerentanan. Mereka disembelih tanpa perlawanan, menjadi objek pasif dari kekejaman. Metafora ini secara efektif menyampaikan rasa putus asa dan kerentanan yang mendalam yang dirasakan oleh pemazmur dan umatnya. Mereka merasa seolah-olah nyawa mereka tidak berharga di mata para penindas, dan kematian adalah nasib yang tak terhindarkan.

Namun, di balik gambaran penderitaan yang gelap ini, terdapat sebuah dimensi iman yang mendalam. Mazmur ini tidak berakhir dengan keputusasaan semata. Ayat-ayat selanjutnya dalam Mazmur 44 seringkali berisi seruan kepada Tuhan, pengakuan akan kesetiaan-Nya di masa lalu, dan permohonan pertolongan. Ini menunjukkan bahwa meskipun dihadapkan pada ancaman maut, hati mereka tetap tertuju pada Tuhan. Penderitaan mereka tidak menggoyahkan iman mereka sepenuhnya, melainkan justru memicu sebuah ratapan yang penuh harap kepada Sang Pencipta.

Mazmur 44:22 mengingatkan kita bahwa iman bukanlah jaminan bebas dari masalah, kesulitan, atau bahkan penganiayaan. Sebaliknya, iman seringkali diuji, ditempa, dan diperkuat melalui badai kehidupan. Ketika kita merasa seperti domba-domba yang siap disembelih, ketika ancaman datang dari segala penjuru, saat itulah kesetiaan kita kepada Tuhan diuji hingga batasnya. Namun, melalui penderitaan itu, kita dipanggil untuk terus berseru kepada-Nya, mempercayai janji-janji-Nya, dan mengharapkan intervensi-Nya.

Dalam konteks modern, ayat ini dapat berbicara kepada berbagai bentuk penderitaan yang dialami oleh orang percaya di seluruh dunia. Baik itu diskriminasi, pengucilan, ancaman fisik, maupun pergumulan pribadi yang terasa berat. Pesan yang terkandung adalah bahwa bahkan dalam situasi tergelap sekalipun, kesetiaan kepada Tuhan dapat menjadi sumber kekuatan dan harapan. Mazmur ini mendorong kita untuk tidak menyerah pada keputusasaan, melainkan untuk tetap berpegang teguh pada iman, percaya bahwa Tuhan melihat, mendengar, dan pada waktu-Nya, akan bertindak. Kisah iman dalam penderitaan adalah pengingat yang kuat bahwa tujuan akhir kita bukanlah di dunia ini, melainkan dalam kekekalan bersama Tuhan.