"Sebab bukanlah musuh yang mencela aku; aku bisa menanggungnya, juga bukan pembenci yang membesarkan diri terhadap aku; aku bisa bersembunyi dari padanya."
Ayat Mazmur 55:12 ini menggambarkan sebuah luka yang mendalam. Bukan luka yang disebabkan oleh musuh yang jelas terlihat, bukan pula oleh orang yang terang-terangan membenci dan mengancam. Rasa sakit yang diungkapkan di sini lebih menusuk, lebih menghancurkan hati. Ini adalah kesedihan yang timbul ketika kepercayaan yang telah diberikan dikhianati oleh seseorang yang dekat, seseorang yang dianggap teman, rekan, atau bahkan sahabat.
Bagi pemazmur, menghadapi musuh yang terlihat adalah sesuatu yang masih bisa ditanggung. Ia tahu bagaimana bersiap diri, bagaimana melindungi diri dari ancaman yang nyata. Ia bahkan memiliki strategi untuk bersembunyi dari mereka yang membesarkan diri dengan kebencian. Namun, ketika pengkhianatan datang dari lingkaran terdekat, di mana rasa aman dan kepercayaan seharusnya berada, rasanya seperti dunia runtuh. Tidak ada tempat untuk bersembunyi, tidak ada cara untuk bersiap, karena serangan itu datang dari arah yang paling tidak terduga.
Pengalaman dikhianati teman dapat menimbulkan perasaan terasing, kesepian, dan keraguan terhadap semua orang. Ini bisa mengikis rasa percaya diri dan membuat seseorang bertanya-tanya apa yang salah dengan dirinya. Mengapa orang yang dipercaya malah bertindak demikian? Apakah ada sesuatu yang terlewatkan? Pertanyaan-pertanyaan ini seringkali menggantung tanpa jawaban yang memuaskan, memperdalam luka emosional.
Di tengah badai emosi tersebut, ayat ini juga memberikan sedikit petunjuk bagaimana pemazmur berusaha mencari jalan keluar. Meskipun rasa sakitnya luar biasa, ia memiliki pemahaman bahwa ada perlindungan lain. Pemazmur seringkali melarikan diri kepada Tuhan dalam doanya ketika menghadapi situasi yang begitu sulit. Tuhan adalah tempat perlindungan yang sesungguhnya, tempat di mana luka hati bisa disembuhkan dan kepercayaan bisa dibangun kembali, bukan hanya pada orang lain, tetapi yang terpenting, pada diri sendiri.
Menerima pengkhianatan memang tidak mudah. Butuh waktu, kesabaran, dan seringkali, bantuan dari Sang Pencipta untuk bangkit kembali. Namun, ayat ini menjadi pengingat bahwa kita tidak sendirian dalam menghadapi rasa sakit ini. Ada harapan untuk pemulihan, dan ada kekuatan yang bisa ditemukan dalam iman untuk melewati masa-masa sulit ini.