"Karena sepanjang hari kena tulah, dan menghukum setiap pagi."
Ayat Mazmur 73:14 sering kali terdengar kelam dan penuh keputusasaan. Kalimat ini seolah menggambarkan situasi seseorang yang terus-menerus dihantam masalah, seakan-akan setiap pagi membawa kabar buruk baru dan sepanjang hari dipenuhi dengan "tulah" atau penderitaan. Namun, di balik frasa yang menakutkan ini, terdapat sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga, terutama dalam konteks kehidupan beriman.
Ketika kita membaca ayat ini, penting untuk melihat konteksnya dalam keseluruhan Mazmur 73. Pemazmur, Asaf, pada awalnya merasakan kecemburuan dan kepahitan ketika melihat orang fasik hidup makmur dan beruntung. Mereka tampaknya luput dari kesulitan yang menimpa orang benar. Perasaan inilah yang mendorong Asaf untuk merenungkan makna kesia-siaan dalam hidupnya. Ia merasa usahanya untuk hidup benar dan menjaga hati terasa sia-sia ketika melihat kejahatan merajalela tanpa hukuman.
Namun, perspektif Asaf berubah secara drastis ketika ia masuk ke tempat kudus Allah. Di sana, ia mulai memahami akhir nasib orang fasik. Penderitaan yang ia gambarkan dalam Mazmur 73:14 bukanlah penderitaan yang dialami orang benar secara permanen, melainkan sebuah gambaran metaforis dari kesulitan yang ia rasakan saat bergumul dengan pertanyaan keadilan ilahi, atau mungkin sebuah renungan tentang kejatuhan dan kehancuran yang akhirnya menimpa mereka yang meninggalkan Tuhan.
Penting untuk diingat bahwa Mazmur ini adalah sebuah perjalanan emosional dan spiritual. Frasa "selama seharian kena tulah, dan menghukum setiap pagi" bisa diinterpretasikan sebagai ekspresi kedalaman krisis personal Asaf, di mana ia merasa terjebak dalam kebingungan dan penderitaan iman. Namun, intisari dari Mazmur 73 bukanlah pada keputusasaan itu sendiri, melainkan pada pemulihan kepercayaan kepada Tuhan. Asaf akhirnya menyadari bahwa kemakmuran orang fasik adalah sementara, dan ia mendapatkan kebahagiaan serta pegangan hidup yang sejati dalam hadirat Tuhan.
Bagi kita yang hidup di masa kini, ayat Mazmur 73:14 dapat menjadi pengingat bahwa kita juga mungkin akan menghadapi masa-masa sulit, penuh keraguan, dan pertanyaan yang dalam mengenai keadilan Tuhan. Dalam dunia yang sering kali tampak memuliakan ketidakadilan, kita mungkin merasa seperti Asaf, bertanya-tanya mengapa orang jahat bisa berjaya, sementara orang yang berusaha hidup benar sering kali harus menanggung beban. Namun, seperti Asaf, kita dipanggil untuk tidak terpaku pada gambaran sesaat ini, melainkan untuk mencari perspektif ilahi.
Konteks spiritual dari ayat ini mendorong kita untuk melihat melampaui kesulitan sehari-hari. Ini adalah seruan untuk mengarahkan pandangan kita kepada hikmat Allah yang abadi. Meskipun kita mungkin mengalami "tulah" dalam bentuk tantangan, ujian, atau kesedihan, iman memberikan kekuatan untuk bertahan dan mengetahui bahwa ada pengharapan yang lebih besar. Kisah Asaf mengajarkan kita bahwa titik balik sering kali terjadi ketika kita membawa pergumulan kita ke hadapan Tuhan, mencari pemahaman di tempat kudus-Nya, dan mengingatkan diri kita pada kebenaran-Nya.
Dengan demikian, Mazmur 73:14, meskipun terdengar berat, sebenarnya menuntun kita pada kesimpulan yang penuh sukacita: kesetiaan kepada Tuhan adalah dasar yang kokoh, dan di dalam-Nya kita menemukan kedamaian serta kebenaran yang melampaui segala kesulitan duniawi. Ini adalah janji bahwa bahkan di tengah badai, pegangan kita pada Tuhan tidak akan goyah.