Mazmur 73:15 - Hikmat di Tengah Kekacauan

"Sekiranya aku berkata: "Aku akan berkata demikian," sesungguhnya aku berlaku tidak setia kepada angkatan anak-anak-Mu."

Simbol Daun dan Cahaya Sebuah ikon yang menggambarkan daun hijau yang sedang disinari cahaya lembut.

Mengapa Orang yang Beriman Seringkali Merasa Bimbang?

Ayat dari Mazmur 73:15 ini secara ringkas menyoroti pergulatan batin yang dialami oleh pemazmur. Dalam renungan mendalam, ia sampai pada titik di mana ia mempertimbangkan untuk menyamakan pandangannya dengan mereka yang hidup tanpa iman, orang-orang yang tampaknya menikmati kemakmuran dan keberhasilan duniawi. Perasaan bimbang ini bukanlah sesuatu yang asing bagi banyak orang percaya. Ketika menyaksikan ketidakadilan merajalela, ketika orang yang tidak mengenal Tuhan tampak berkelimpahan materi dan kenyamanan, sementara orang yang setia seringkali menghadapi kesulitan dan pencobaan, muncul pertanyaan-pertanyaan sulit dalam hati.

Pemazmur mengakui bahwa jika ia terus menerus membandingkan kondisinya dengan orang-orang fasik dan membenarkan kesimpulan yang didasarkan pada pandangan duniawi semata, maka ia akan mengkhianati kepercayaan dan kesetiaan kepada Allah serta umat-Nya. Ini adalah pengakuan yang kuat tentang bahaya membiarkan pandangan dunia membentuk keyakinan spiritual. Dalam menghadapi dinamika kehidupan yang terkadang tampak tidak adil, sangat mudah untuk tergoda bersuara, berpikir, atau bertindak seolah-olah tidak ada campur tangan ilahi, atau bahwa kebaikan dan kejahatan tidak memiliki konsekuensi ilahi.

Pentingnya Menjaga Perspektif Ilahi

Kekuatan dari Mazmur 73 terletak pada perpindahannya dari kebingungan dan kecemburuan menuju pemulihan perspektif ilahi. Pemazmur tidak tinggal dalam keraguan; ia pergi ke dalam "tempat kudus Allah" (Mazmur 73:17), yang menyiratkan pencarian pemahaman dan hikmat dari sumber yang benar. Di sanalah ia mulai memahami akhir dari orang-orang fasik, yaitu bahwa keberuntungan mereka bersifat sementara dan kehancuran menanti mereka.

Ini mengajarkan kita bahwa kesuksesan duniawi seringkali dapat menipu. Apa yang tampak sebagai bukti kasih karunia Allah bagi orang fasik bisa jadi hanyalah penundaan penghakiman atau jalan menuju kehancuran yang lebih besar. Sebaliknya, kesulitan yang dialami oleh orang percaya, meskipun menyakitkan, seringkali merupakan bagian dari proses pemurnian dan pembentukan karakter yang pada akhirnya membawa pada kemuliaan kekal.

Kesetiaan dalam Ujian

Ayat 15 ini juga mengingatkan kita akan pentingnya kesetiaan. Berbicara atau berpikir seperti orang yang tidak beriman, yaitu meragukan kebaikan dan kekuasaan Allah hanya karena keadaan terlihat buruk, adalah bentuk ketidaksetiaan. Ini dapat memengaruhi keyakinan kita, cara kita berdoa, dan bagaimana kita berinteraksi dengan sesama orang percaya.

Dalam dunia yang seringkali tampak memuliakan kekuatan dan kekayaan materi, kita dipanggil untuk mempertahankan iman kita. Kita perlu terus menerus menyelaraskan pikiran dan perkataan kita dengan kebenaran Firman Tuhan, bukan dengan kesaksian mata atau interpretasi duniawi semata. Dengan menjaga perspektif yang berakar pada Allah, kita dapat melewati badai keraguan dan tetap teguh dalam kesetiaan kita, mengetahui bahwa tujuan akhir Allah bagi umat-Nya adalah damai sejahtera dan kehidupan kekal.