Ilustrasi: Kehancuran yang mengarah pada harapan
Mazmur 74, khususnya ayat ketiga, membawa kita pada sebuah doa yang penuh keputusasaan namun juga harapan. Dalam ayat ini, pemazmur, yang kemungkinan adalah seorang umat Israel yang tengah mengalami masa-masa kelam, berseru kepada Tuhan di tengah kehancuran tempat suci mereka. Kata "ulurkanlah tangan-Mu" bukanlah permintaan biasa; ini adalah seruan yang sangat mendalam, mengakui bahwa kekuatan manusialah yang telah membawa kehancuran, dan hanya kekuatan ilahi yang mampu memulihkannya. Kehancuran tempat kudus melambangkan bukan hanya kerusakan fisik, tetapi juga pukulan telak terhadap identitas spiritual dan pengharapan umat Israel.
Ayat Mazmur 74:3 ini menggambarkan situasi ketika musuh telah merusak dan menajiskan tempat yang paling sakral, tempat di mana umat percaya seharusnya menemukan kedamaian, perlindungan, dan hadirat Tuhan. Kebinasaan yang dimaksud bukan hanya sekadar kerusakan bangunan, melainkan juga penghancuran tatanan spiritual, pengabaian ibadah, dan mungkin perbudakan atau pengusiran. Dalam momen seperti ini, manusia cenderung merasa ditinggalkan dan tak berdaya. Namun, doa ini mengingatkan kita bahwa di tengah keadaan yang paling suram sekalipun, ada tempat untuk berseru kepada Sang Pencipta.
Penekanan pada "kebinasaan yang diperbuat musuh" menunjukkan adanya serangan yang disengaja dan brutal. Ini bukan kecelakaan alam atau kesalahan yang tidak disengaja. Ada pihak yang aktif berusaha menghancurkan dan menguasai. Dalam konteks sejarah Israel, seringkali hal ini merujuk pada invasi dan perusakan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa lain. Doa ini mencerminkan rasa sakit, kemarahan, dan kepedihan yang mendalam ketika kepercayaan dan nilai-nilai dijajah. Namun, pemazmur tidak berhenti pada keluhan. Ia secara spesifik memohon campur tangan Tuhan, dengan harapan bahwa tangan Tuhan yang perkasa akan terulur untuk membalikkan keadaan.
Meskipun ayat ini berasal dari konteks kuno, resonansinya masih sangat kuat dalam kehidupan modern. Kita semua pernah atau akan mengalami momen-momen kehancuran, baik itu dalam skala pribadi, keluarga, maupun komunitas. Kebinasaan bisa datang dalam bentuk kehilangan pekerjaan, masalah kesehatan, perpecahan hubungan, atau bahkan krisis yang lebih luas. Ketika pilar-pilar kehidupan terasa runtuh, ketika tempat-tempat yang kita anggap aman dan kudus tercemar oleh kepedihan, seruan dari Mazmur 74:3 menjadi relevan. Ia mengajarkan kita untuk tidak pasrah pada keadaan, tetapi untuk memanjatkan doa yang penuh keyakinan, percaya bahwa Tuhan memiliki kuasa untuk melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh manusia.
Inti dari doa ini adalah pengakuan akan kedaulatan Tuhan. Sekalipun musuh terlihat begitu kuat dan kehancuran begitu nyata, pemazmur percaya bahwa Tuhan memiliki kendali penuh. Dengan mengulurkan tangan-Nya, Tuhan dapat memulihkan, memperbaiki, dan bahkan mengalahkan kekuatan yang tampaknya tak terhentikan. Doa ini mendorong kita untuk melihat melampaui kerusakan yang terlihat, dan berpegang pada iman bahwa campur tangan ilahi akan membawa pemulihan dan keadilan. Mazmur 74:3 adalah pengingat bahwa dalam kerapuhan dan kehancuran, kita dipanggil untuk mencari kekuatan yang lebih besar, kekuatan yang hanya ada pada Tuhan.