"Tetapi sebelum itu terjadi, waktu mereka masih menghendaki yang menyenangkan hati-Nya,
Maka sambil memakan daging, mereka tidak berhenti memuaskan diri."
Mazmur 78:30 merupakan sebuah ayat yang kaya akan makna, menyoroti hubungan kompleks antara kebaikan Tuhan yang tak terhingga dan kecenderungan manusia untuk melupakan, bahkan mengabaikan, anugerah tersebut. Ayat ini menjadi bagian dari narasi yang lebih luas dalam Mazmur 78, yang menceritakan sejarah Israel, mulai dari Keluaran dari Mesir hingga masa Raja Daud. Penulis mazmur ini, Asaf, mengajak umat untuk mengingat dan mengajarkan perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan kepada generasi mendatang, agar mereka tidak menjadi keras hati seperti nenek moyang mereka.
Inti dari Mazmur 78:30 terletak pada frasa "waktu mereka masih menghendaki yang menyenangkan hati-Nya." Ini mengacu pada masa ketika bangsa Israel baru saja mengalami pembebasan ajaib dari perbudakan di Mesir. Tuhan telah menunjukkan kekuatan dan kasih-Nya dengan luar biasa melalui berbagai tulah, pemisahan Laut Merah, dan penyediaan makanan (manna) serta air di padang gurun. Pada saat itu, hati mereka dipenuhi dengan sukacita dan kekaguman terhadap Tuhan. Mereka menyadari dan menghargai kebaikan-Nya yang nyata.
Namun, ayat tersebut melanjutkan dengan gambaran yang kontras: "Maka sambil memakan daging, mereka tidak berhenti memuaskan diri." Pernyataan ini bisa diinterpretasikan dalam beberapa cara. Salah satunya adalah bahwa setelah Tuhan memberi mereka makanan yang melimpah, mereka malah jatuh ke dalam hawa nafsu dan keserakahan, lupa akan sumber segala berkat. Ada kemungkinan bahwa dalam kemudahan dan kelimpahan yang diberikan Tuhan, mereka mulai menikmati kenikmatan duniawi secara berlebihan, sampai pada titik di mana hati mereka terfokus pada kepuasan diri daripada pada Tuhan yang telah memberikan segalanya.
Ini adalah peringatan yang relevan bagi setiap generasi. Seringkali, ketika hidup terasa mudah dan berkat melimpah, kita cenderung menjadi terlena. Kebaikan Tuhan yang terus-menerus bisa dianggap sebagai sesuatu yang biasa, dan fokus kita beralih dari Dia kepada hasil dari berkat-Nya. Penekanan pada "memuaskan diri" menunjukkan sebuah kepuasan yang bersifat lahiriah dan sementara, yang seringkali mengalihkan perhatian dari kebutuhan rohani yang lebih mendalam.
Mazmur 78:30 mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hati tetap terpusat pada Tuhan, bahkan di saat-saat kelimpahan. Perjalanan spiritual bukanlah tentang menolak kesenangan hidup, tetapi tentang mengelola keinginan kita agar tetap sesuai dengan kehendak Tuhan. Kebaikan Tuhan patut disyukuri, dihargai, dan diingat senantiasa, agar kita tidak tersesat dalam kepuasan sesaat yang dapat menjauhkan kita dari Sumber segala kebaikan. Dengan merenungkan ayat ini, kita diajak untuk merefleksikan hubungan kita dengan Tuhan dan memastikan bahwa hati kita tetap teguh dalam iman dan rasa syukur.