Ia mendatangkan banyak lalat pikat kepada mereka, yang melahap mereka; dan katak-katak yang membinasakan mereka.
Mazmur 78:45 menyajikan gambaran dramatis tentang campur tangan ilahi dalam sejarah Israel. Ayat ini merupakan bagian dari narasi panjang yang merangkum sejarah pelanggaran umat Allah dan hukuman yang mereka terima. Namun, di balik penggambaran malapetaka dan tulah, tersirat sebuah janji pemulihan dan kemerdekaan yang luar biasa. Ayub, serangga yang mematikan dan amfibi yang melimpah, digambarkan sebagai alat penghakiman Tuhan yang efektif, melahap dan membinasakan umat-Nya yang memberontak. Ini bukan sekadar cerita tentang serangga dan katak, melainkan metafora kuat untuk kehancuran dan kekacauan yang dapat ditimbulkan oleh ketidaktaatan.
Namun, perspektif ini menjadi lebih kaya ketika kita melihatnya dalam konteks yang lebih luas dari Mazmur 78. Mazmur ini secara konsisten menekankan bahwa meskipun Allah menghukum, kasih setia-Nya tidak pernah padam. Dia mengingat perjanjian-Nya, dan bahkan dalam murka-Nya, Dia selalu menyediakan jalan keluar. Ayat 45, meski terdengar mengerikan, sebenarnya adalah bagian dari gambaran besar tentang bagaimana Allah secara aktif berinteraksi dengan umat-Nya, membentuk mereka melalui pengalaman baik dan buruk. Transformasi yang sering kali dimulai dengan penderitaan.
Ini mengajarkan kita tentang realitas kekuatan yang mengubahkan. Kekuatan ilahi tidak selalu datang dalam bentuk berkat yang instan, tetapi seringkali melalui proses yang sulit, bahkan tampaknya destruktif. Namun, tujuan akhir dari proses ini adalah pemurnian, pelajaran, dan akhirnya, pemulihan. Sama seperti bagaimana tulah di Mesir, meskipun mengerikan, pada akhirnya membebaskan Israel dari perbudakan, demikian pula kesulitan yang kita hadapi bisa menjadi katalisator untuk perubahan yang lebih dalam dan kemerdekaan spiritual.
Perikop ini mengajak kita untuk melihat lebih dari sekadar permukaan peristiwa. Serangga dan katak yang melahap bukanlah akhir dari cerita. Mereka adalah bagian dari serangkaian peristiwa yang dirancang untuk membawa umat Israel kembali kepada Allah. Ini adalah pengingat bahwa dalam setiap kesulitan, bahkan yang tampaknya paling gelap sekalipun, ada potensi untuk pertumbuhan, transformasi, dan kemerdekaan yang lebih besar, jika kita bersedia belajar dari pengalaman tersebut dan kembali kepada sumber kekuatan sejati kita.
Kekuatan yang mengubahkan ini bukan tentang penghapusan masalah, melainkan tentang bagaimana masalah itu digunakan untuk membentuk karakter dan memperdalam hubungan dengan Sang Pencipta. Ini adalah janji bahwa bahkan di tengah-tengah malapetaka, ada rencana ilahi yang lebih besar, yang pada akhirnya membawa pemulihan dan kemakmuran.