"Maka kuserahkan mereka kepada kedegilan hati mereka, sehingga mereka berlaku sesuka hati."
Ayat Mazmur 81:12 menyajikan sebuah kebenaran teologis yang dalam dan sering kali menantang untuk dipahami: penyerahan Tuhan kepada kedegilan hati manusia. Ini bukanlah gambaran tentang Tuhan yang pasif atau tidak peduli, melainkan tentang konsekuensi dari penolakan berulang kali terhadap bimbingan dan kehendak-Nya.
Ketika kita merenungkan ayat ini, penting untuk melihat konteks yang lebih luas dalam Mazmur 81. Mazmur ini adalah nyanyian peringatan dan pengingat akan perbuatan ajaib Tuhan bagi umat-Nya, dari pembebasan dari perbudakan di Mesir hingga penyediaan di padang gurun. Tuhan terus-menerus memanggil umat-Nya untuk mendengarkan, menaati, dan tidak berpaling dari-Nya. Namun, respons umat sering kali adalah pemberontakan dan ketidakpercayaan.
Frasa "Maka kuserahkan mereka kepada kedegilan hati mereka" menunjukkan tindakan Tuhan yang membiarkan manusia berjalan di jalan yang telah mereka pilih sendiri. Ini adalah respons ilahi terhadap penolakan yang gigih terhadap suara-Nya, suara yang selalu menawarkan kehidupan, berkat, dan kebenaran. Kedegilan hati bukanlah sesuatu yang ditanamkan Tuhan pada manusia, melainkan sebuah kondisi yang terbentuk ketika seseorang terus-menerus menutup diri terhadap kebenaran dan kehendak ilahi.
Konsekuensi dari "berlaku sesuka hati" sangatlah signifikan. Ketika manusia menolak untuk mengikuti jalan Tuhan, mereka sering kali menemukan diri mereka tersesat, membuat keputusan yang merusak diri sendiri, dan pada akhirnya mengalami kesengsaraan. "Sesuka hati" di sini bukan berarti kebebasan yang positif, melainkan kebebasan yang diwarnai oleh kebodohan, kesombongan, dan ketidaktaatan. Mereka bertindak berdasarkan keinginan daging, impuls sesaat, dan pemikiran yang sempit, tanpa mengindahkan hikmat ilahi yang abadi.
Ayat ini mengajarkan kita pentingnya pendengaran yang taat. Tuhan berbicara melalui Firman-Nya, melalui hati nurani, melalui sesama, dan melalui berbagai peristiwa kehidupan. Ketika kita memilih untuk mengabaikan suara-Nya, kita berisiko menyerahkan diri kita pada jalan yang membawa pada kehancuran. Penyerahan ini bukanlah hukuman yang kejam, melainkan penyerahan kepada hukum alamiah dari penolakan terhadap kebaikan. Seperti seseorang yang menolak payung di tengah hujan badai, mereka akan basah kuyup, bukan karena hujan itu kejam, tetapi karena mereka memilih untuk tidak menggunakan pelindung.
Mazmur 81:12 mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap kecenderungan hati kita sendiri. Kita perlu terus-menerus memeriksa apakah kita mendengarkan suara Tuhan ataukah kita lebih mengutamakan keinginan dan pandangan kita sendiri. Permohonan agar Tuhan tidak menyerahkan kita kepada kedegilan hati adalah doa yang penting bagi setiap orang yang ingin hidup dalam kebenaran dan berkat-Nya. Dengan merendahkan hati dan bersedia untuk taat, kita dapat menghindari jalan yang berbahaya dan menemukan kedamaian sejati dalam kehendak-Nya.