Yeremia 26:22

Adapun Ebed-Melekh, orang Etiopia itu, ia telah mendengar bahwa mereka telah memasukkan Yeremia ke dalam perigi. Tetapi raja sedang duduk di Gerbang Benyamin.

Simbol peringatan dan kebijaksanaan

Kisah yang Menggugah dari Yeremia 26:22

Ayat Yeremia 26:22 membawa kita pada momen krusial dalam narasi Nabi Yeremia. Di tengah badai penghukuman yang akan menimpa Yerusalem, di mana nubuat Yeremia dianggap sebagai ancaman dan menyebabkannya dilemparkan ke dalam lubang perigi yang gelap, ada satu sosok yang mendengar dan bertindak. Ebed-Melekh, seorang abdi raja asal Etiopia, menjadi pahlawan tanpa tanda jasa yang kisah kepeduliannya patut kita renungkan. Peristiwa ini bukan sekadar catatan sejarah, tetapi pelajaran tentang keberanian moral, empati, dan respons terhadap panggilan kebenaran, bahkan di saat-saat tergelap.

Situasi pada masa itu sangat genting. Yerusalem sedang berada di ambang kejatuhan. Yeremia telah menyampaikan firman Tuhan berulang kali, memperingatkan umat Israel akan dosa-dosa mereka dan konsekuensi yang akan datang. Namun, peringatan ini disambut dengan penolakan, kemarahan, dan bahkan kekerasan. Para pemimpin dan imam menuduh Yeremia menyebarkan keputusasaan dan mengkhianati kota. Akibatnya, Yeremia harus menghadapi hukuman berat: dilemparkan ke dalam sebuah perigi kering dan berlumpur, sebuah hukuman yang pada dasarnya adalah hukuman mati. Bayangkan kondisi Yeremia di dasar perigi itu, terisolasi, menderita, dan menghadapi kematian yang tak terhindarkan.

Di sinilah keunikan Ebed-Melekh bersinar. Ia bukan seorang imam, bukan nabi, bukan pula seorang petinggi kerajaan yang memiliki kekuasaan besar. Ia adalah seorang abdi, yang mungkin tidak memiliki kedudukan tinggi, namun memiliki hati yang peka. Ia mendengar bahwa Yeremia telah diperlakukan demikian buruk. Kepeduliannya melampaui ketakutan akan konsekuensi politik atau sosial. Ia tidak diam saja, tetapi memilih untuk bertindak. Ini adalah bukti bahwa keberanian dan kebaikan dapat muncul dari latar belakang mana pun. Tindakannya adalah sebuah respons langsung terhadap ketidakadilan yang disaksikannya, sebuah tindakan yang didorong oleh rasa kemanusiaan dan mungkin juga oleh keyakinan akan kebenaran yang dipegang Yeremia.

Peristiwa ini juga menyoroti pentingnya peran individu dalam menghadapi situasi kolektif yang buruk. Ketika banyak orang memilih untuk bungkam atau bahkan berpartisipasi dalam ketidakadilan, kehadiran satu orang yang berani bersuara atau bertindak bisa menjadi titik balik. Ebed-Melekh, dengan posisinya di dekat raja yang sedang duduk di Gerbang Benyamin, memiliki kesempatan untuk menyampaikan masalah ini kepada otoritas tertinggi. Tindakannya adalah manifestasi dari iman yang hidup, iman yang tidak hanya diyakini, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata, terutama ketika orang lain menderita. Ia mengingatkan kita bahwa iman yang sejati selalu melibatkan kepedulian terhadap sesama dan keberanian untuk membela apa yang benar.

Kisah Ebed-Melekh dalam Yeremia 26:22 adalah pengingat yang kuat bagi kita di masa kini. Di dunia yang seringkali penuh dengan konflik, ketidakadilan, dan penderitaan, kita dipanggil untuk tidak menjadi penonton pasif. Kita diingatkan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk membawa perubahan positif. Pertanyaannya bagi kita adalah: ketika kita menyaksikan ketidakadilan atau penderitaan di sekitar kita, apakah kita akan menjadi seperti orang banyak yang berpaling, ataukah kita akan meneladani keberanian dan empati Ebed-Melekh? Tindakan sekecil apa pun yang didorong oleh belas kasih dan kebenaran dapat memiliki dampak yang luar biasa, dan kisah ini adalah bukti abadi akan hal itu.