"Sahabat-sahabatku dan kawan-kawanmu menjauhi aku karena kemalanganku, dan kaum kerabatku menjauhi aku."
Mazmur 88:7 adalah sebuah ungkapan hati yang mendalam tentang rasa sakit dan isolasi. Ayat ini menggambarkan keadaan seseorang yang, di tengah penderitaan yang luar biasa, mendapati dirinya ditinggalkan bahkan oleh orang-orang terdekatnya. Frasa "Sahabat-sahabatku dan kawan-kawanmu menjauhi aku karena kemalanganku, dan kaum kerabatku menjauhi aku" melukiskan potret kesendirian yang menyayat, di mana kehadiran orang lain yang biasanya menjadi sumber dukungan justru menjadi absen di saat paling membutuhkan.
Penderitaan yang dialami penulis mazmur ini tampaknya begitu berat, begitu mengintimidasi, sehingga mengundang jarak dari orang-orang di sekitarnya. Mungkin karena rasa malu yang menyertainya, ketidakmampuan orang lain untuk memahami kedalaman kesakitannya, atau bahkan ketakutan mereka sendiri untuk terseret dalam jurang kesengsaraan yang sama. Apa pun alasannya, hasil akhirnya adalah sebuah kehampaan emosional yang semakin memperparah beban yang sudah ada. Kehilangan dukungan sosial dan rasa keterasingan ini bisa menjadi pukulan telak, membuat beban penderitaan terasa semakin tak tertanggungkan.
Dalam konteks spiritual, ayat ini juga bisa merefleksikan perasaan dijauhi oleh Tuhan. Ketika seseorang menghadapi ujian hidup yang berat, terkadang muncul pertanyaan yang menusuk: "Di manakah Tuhan saat aku berteriak minta tolong?" Perasaan ditinggalkan oleh sesama bisa saja beriringan dengan perasaan ditinggalkan oleh Sang Pencipta. Namun, di sinilah letak kekuatan iman. Mazmur 88, meskipun sangat kelam, tidak berhenti pada kesedihan. Penulis mazmur terus berseru kepada Tuhan, bahkan dalam keputusasaannya. Ini menunjukkan bahwa meskipun situasi eksternal terlihat suram dan dukungan manusia terbatas, harapan tetap bisa ditemukan dalam hubungan dengan Tuhan.
Memahami Mazmur 88:7 memberikan kita perspektif tentang kerapuhan manusia dan kebutuhan mendalam akan koneksi. Ayat ini mengingatkan kita untuk menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang lain, untuk tidak menjauhi mereka yang sedang berjuang, melainkan menawarkan telinga yang mau mendengar dan hati yang mau mengerti. Kehadiran yang tulus, bahkan dalam diam, bisa menjadi mercusuar harapan di tengah badai kehidupan. Bagi mereka yang merasa sendirian, ayat ini menjadi pengingat bahwa meskipun dunia terasa dingin, selalu ada kemungkinan untuk menemukan kekuatan dan penghiburan, terutama ketika kita mengarahkan pandangan kita kepada sumber kasih yang tak berkesudahan.
Kesadaran akan kedalaman kesedihan manusia yang diungkapkan dalam Mazmur 88:7 mengajak kita untuk lebih berempati dan hadir bagi sesama. Penderitaan terkadang membuat seseorang merasa tak terlihat, terasing, dan sendiri. Namun, di balik kegelapan itu, ada harapan untuk pemulihan dan kelegaan, sebuah janji yang sering kali ditemukan melalui keyakinan pada kekuatan yang lebih besar dan melalui kehadiran orang-orang yang berani tetap tinggal di sisi kita.