"Engkau menjauhkan sahabat dan teman dari padaku, orang-orang kepercayaan dari pandanganku."
Mazmur 88:8 adalah sebuah ungkapan yang menggugah jiwa, menggambarkan kedalaman penderitaan dan isolasi yang dialami oleh pemazmur. Kata-kata ini tidak hanya mencerminkan situasi personal yang kelam, tetapi juga membuka pintu untuk merenungkan tentang bagaimana rasa kesepian dan keterasingan dapat melanda siapa saja, bahkan di saat-saat tergelap sekalipun. Ayat ini menyajikan gambaran nyata tentang seseorang yang merasa ditinggalkan, di mana lingkaran dukungan sosialnya terputus, meninggalkan diri dalam kesendirian yang menyakitkan.
Dalam kehidupan modern yang seringkali serba terhubung secara digital, kita mungkin berpikir bahwa kesendirian adalah sesuatu yang langka. Namun, realitasnya seringkali berbeda. Terkadang, kita bisa merasa paling terisolasi justru ketika dikelilingi oleh banyak orang. Keterputusan emosional, kehilangan kepercayaan, atau rasa tidak dipahami dapat menciptakan jurang pemisah yang lebih dalam daripada jarak fisik. Mazmur 88:8 mengingatkan kita bahwa penderitaan emosional dan spiritual ini adalah pengalaman manusiawi yang telah dirasakan sepanjang masa.
Ayat ini secara spesifik menyebutkan bahwa "Engkau menjauhkan sahabat dan teman dari padaku". Frasa ini menyiratkan bukan hanya absennya kehadiran orang lain, tetapi juga sebuah kekuatan yang lebih besar—bisa jadi Tuhan, takdir, atau keadaan yang tak terhindarkan—yang berperan dalam memutus hubungan tersebut. Dalam konteks spiritual, ini bisa diartikan sebagai perasaan ditinggalkan oleh Tuhan itu sendiri, sebuah pergumulan iman yang sangat berat. Perasaan ditinggalkan oleh "orang-orang kepercayaan" menambah luka, karena kepercayaan adalah fondasi dari setiap hubungan yang bermakna. Ketika kepercayaan itu goyah atau hilang, rasa aman dan terhubung pun ikut terkikis.
Namun, di tengah kegelapan yang digambarkan dalam Mazmur 88, ada sebuah pelajaran yang bisa diambil. Ayat-ayat sebelum dan sesudahnya seringkali menunjukkan bahwa bahkan dalam situasi paling putus asa sekalipun, ada seruan untuk mencari pertolongan, untuk terus berpegang pada harapan yang tersisa. Keterkejutan akan kesendirian ini bisa menjadi titik balik, sebuah dorongan untuk mencari sumber dukungan yang lebih dalam dan abadi—yaitu hubungan dengan Sang Pencipta. Meskipun sahabat dan teman mungkin menjauh, kebenaran firman Tuhan tetap ada. Membaca dan merenungkan Mazmur 88:8 dapat membantu kita mengenali dan mengartikulasikan perasaan kesepian kita, serta menjadi jembatan untuk mencari penghiburan dan kekuatan dari sumber yang tidak pernah meninggalkan kita.
Kesendirian adalah ujian yang berat, namun juga bisa menjadi kesempatan untuk menemukan kekuatan dalam diri sendiri dan dalam hubungan yang lebih tinggi. Mazmur 88:8 tetap relevan sebagai pengingat akan kerapuhan hubungan manusia dan pentingnya menjaga keseimbangan antara ketergantungan pada sesama dan kepercayaan pada kekuatan yang lebih besar. Melalui doa, refleksi, dan keberanian untuk mengekspresikan rasa sakit, kita dapat menemukan jalan keluar dari isolasi, bahkan ketika segalanya tampak suram.