Kitab Mikha, seorang nabi yang melayani di Yehuda pada abad ke-8 SM, menyampaikan pesan-pesan profetik yang seringkali keras namun penuh dengan harapan tersembunyi. Dalam pasal 2, ayat 3, kita dihadapkan pada peringatan tegas dari Tuhan mengenai konsekuensi dari dosa dan ketidakadilan yang merajalela di antara umat-Nya.
Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa Tuhan merancang "malapetaka" bagi kaum yang telah menyimpang dari jalan-Nya. Kata "malapetaka" di sini bukan sekadar kemalangan biasa, melainkan sebuah konsekuensi ilahi yang tak terhindarkan akibat pelanggaran hukum dan prinsip-prinsip kebenaran. Tuhan tidak mentolerir kezaliman, keserakahan, dan penindasan. Pemimpin dan rakyat yang seharusnya menjadi teladan keadilan justru terseret dalam praktik-praktik yang merusak tatanan sosial dan spiritual.
Perkataan Tuhan, "sesuatu yang tidak dapat kamu hindarkan dari padanya," menekankan betapa seriusnya konsekuensi ini. Ini adalah peringatan keras bahwa tindakan jahat akan mendatangkan penderitaan yang mendalam, di mana segala upaya penyelamatan akan sia-sia. Panggilan untuk "berteriak-teriak minta tolong" namun "tidak akan ada pertolongan lagi" menggambarkan keputusasaan yang akan melanda ketika pintu kesempatan telah tertutup. Ini bukan gambaran tentang Tuhan yang kejam, melainkan Tuhan yang adil, yang memberikan peringatan sebelum penghakiman datang.
Meskipun ayat ini berasal dari konteks sejarah yang spesifik, pesannya tetap relevan hingga kini. Kita diingatkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, baik secara personal maupun komunal. Ketidakadilan sosial, keserakahan ekonomi, dan penyalahgunaan kekuasaan adalah isu-isu yang terus menghantui masyarakat. Tuhan tetap melihat dan akan bertindak terhadap dosa yang terus menerus dilakukan.
Mikha 2:3 juga mengajarkan pentingnya bertindak sejak dini. Peringatan ini seharusnya menjadi motivasi untuk segera berbalik dari jalan yang salah, mencari keadilan, dan mengasihi sesama. Menunda pertobatan hanya akan memperbesar potensi "malapetaka" yang akan datang. Tuhan selalu memberikan kesempatan bagi mereka yang mau mendengarkan dan mengubah hati.
Lebih jauh, ayat ini mengingatkan kita bahwa pertolongan sejati tidak dapat dibeli atau dipaksakan ketika waktunya telah lewat. Pertolongan ilahi tersedia bagi mereka yang mencari-Nya dengan tulus dan hidup sesuai kehendak-Nya. Namun, ketika kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran telah mengeras, pintu pertolongan bisa saja tertutup.
Meskipun Mikha 2:3 berfokus pada peringatan, keseluruhan kitab Mikha juga sarat dengan janji penebusan dan pemulihan. Di tengah peringatan keras, Tuhan juga menyatakan kasih setia-Nya kepada umat yang mau bertobat. Pesan ini adalah panggilan untuk merenungkan tindakan kita, mencari keadilan, dan senantiasa bergantung pada Tuhan, bukan pada kekuatan duniawi yang fana. Keadilan dan kasih Tuhan tetap menjadi sumber harapan bagi mereka yang mencari-Nya.