"Tetapi sejak akhir-akhir ini umat-Ku bangkit sebagai musuh. Kamu menanggalkan jubah dari mereka yang lewat dengan aman, dari orang-orang yang tidak pernah terlibat dalam peperangan."
Ayat Mikha 2:8 menyajikan gambaran yang tajam dan menyakitkan tentang kondisi sosial dan spiritual umat Tuhan pada masa itu. Nabi Mikha, yang dikenal dengan pesannya yang kuat tentang keadilan dan angan-angan nubuat tentang Mesias, tidak ragu-ragu untuk mengungkap dosa-dosa yang merajalela di antara bangsanya. Ayat ini secara spesifik menyoroti tindakan penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh sebagian umat terhadap sesama mereka, bahkan terhadap orang-orang yang seharusnya merasa aman.
Pernyataan bahwa "umat-Ku bangkit sebagai musuh" sungguh ironis. Bangsa Israel adalah umat pilihan Tuhan, yang seharusnya hidup dalam kasih dan keadilan. Namun, di sini mereka digambarkan bertindak seperti musuh terhadap satu sama lain. Ini menunjukkan kerusakan moral yang mendalam, di mana batas-batas moralitas dan etika telah dilanggar. Alih-alih saling melindungi dan mengasihi, mereka justru saling menyerang.
Frasa "Kamu menanggalkan jubah dari mereka yang lewat dengan aman" adalah sebuah metafora yang kuat. Jubah, dalam konteks budaya kuno, bukan sekadar pakaian. Ia sering kali melambangkan perlindungan, kehormatan, dan bahkan harta benda. Menanggalkan jubah seseorang tanpa alasan yang sah, apalagi dari orang yang sedang bepergian dengan aman, adalah tindakan perampasan yang keji. Ini menunjukkan keserakahan, kebiadaban, dan kurangnya rasa empati. Orang-orang yang tidak bersalah ini, yang tidak bermaksud buruk dan tidak terlibat dalam konflik apapun, justru menjadi korban dari kesewenang-wenangan.
Tindakan ini tidak hanya merampas harta benda mereka, tetapi juga merampas rasa aman, martabat, dan kehormatan mereka. Mereka diperlakukan seperti penjahat atau musuh, padahal mereka hanya orang-orang biasa yang sedang menjalani kehidupan sehari-hari. Ini adalah gambaran nyata dari masyarakat yang telah kehilangan arah moralnya, di mana yang kuat menindas yang lemah, dan keadilan telah digantikan oleh kebiadaban.
Penting untuk dicatat bahwa nabi Mikha menyampaikan pesan ini atas nama Tuhan. Ini berarti bahwa tindakan penindasan dan ketidakadilan ini tidak luput dari perhatian Ilahi. Tuhan melihat semua yang terjadi, dan Dia tidak tinggal diam terhadap pelanggaran keadilan. Umat-Nya seharusnya menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain, menunjukkan bagaimana hidup dalam ketaatan kepada Tuhan yang adil. Sebaliknya, tindakan mereka justru mencoreng nama Tuhan dan merusak kesaksian mereka.
Mikha 2:8 mengingatkan kita bahwa Tuhan sangat peduli terhadap keadilan sosial. Dia tidak hanya tertarik pada ritual keagamaan atau ketaatan lahiriah, tetapi juga pada bagaimana umat-Nya memperlakukan satu sama lain. Penindasan, perampasan, dan ketidakadilan terhadap sesama adalah dosa yang serius di mata Tuhan. Ayat ini menjadi panggilan untuk introspeksi dan pertobatan, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Meskipun ayat ini berasal dari zaman kuno, pesannya tetap relevan hingga kini. Di berbagai belahan dunia, masih banyak terjadi ketidakadilan, penindasan, dan perampasan hak-hak orang yang lemah. Kita mungkin tidak secara harfiah menanggalkan jubah seseorang, tetapi bentuk-bentuk penindasan dan ketidakadilan lainnya tetap ada dalam berbagai wujud: korupsi, eksploitasi ekonomi, diskriminasi, dan kekerasan.
Pesan Mikha 2:8 mendorong kita untuk memeriksa hati dan tindakan kita. Apakah kita telah menjadi "musuh" bagi orang lain, secara sengaja atau tidak sengaja? Apakah kita telah berkontribusi pada penindasan atau ketidakadilan di sekitar kita? Tuhan memanggil kita untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya, yang mencakup kasih kepada sesama, keadilan, dan pembelaan terhadap yang tertindas. Marilah kita merespons panggilan ini dengan segenap hati dan tindakan nyata, agar kita dapat mencerminkan keadilan dan kasih Tuhan di dunia ini.