"Dengarlah sekarang apa yang hendak difirmankan TUHAN! Bangkitlah, berargumentasilah dengan gunung-gunung, dan biarlah bukit-bukit mendengar suaramu!"
Ayat pembuka dari pasal keenam Kitab Mikha ini, "Dengarlah sekarang apa yang hendak difirmankan TUHAN! Bangkitlah, berargumentasilah dengan gunung-gunung, dan biarlah bukit-bukit mendengar suaramu!", adalah sebuah panggilan yang sangat kuat dan menggugah. Bukan sekadar ajakan untuk mendengarkan, melainkan sebuah perintah untuk terlibat aktif dalam sebuah dialog ilahi yang mendesak. TUHAN memanggil umat-Nya, dan melalui mereka, seluruh ciptaan seolah menjadi saksi atas proses pengadilan yang akan terjadi.
Kata "dengarlah" (shema) dalam bahasa Ibrani memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar menangkap suara. Ini berarti memberi perhatian penuh, memahami, dan bertindak sesuai dengan apa yang didengar. TUHAN tidak hanya ingin didengar, tetapi ingin perintah-Nya dipatuhi. Pemanggilan untuk "bangkitlah" dan "berargumentasilah" menunjukkan bahwa umat yang dipanggil memiliki tanggung jawab untuk membela kebenaran TUHAN dan menghadapi tuduhan ketidaksetiaan yang mungkin dibebankan kepada mereka. Ini adalah sebuah undangan untuk bersaksi, untuk membuktikan keadilan TUHAN.
Penggunaan metafora "gunung-gunung" dan "bukit-bukit" sebagai para pendengar adalah cara yang sangat dramatis untuk menekankan keagungan dan kesaksian dari alam semesta. Gunung dan bukit adalah saksi bisu dari sejarah, mereka telah berdiri tegak sejak lama dan menyaksikan setiap tindakan umat manusia. Dengan memanggil mereka untuk mendengar, Mikha mengindikasikan bahwa tidak ada yang tersembunyi dari pandangan ilahi. Semua perbuatan, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, akan dihadapkan pada pengadilan kebenaran. Gunung dan bukit, sebagai lambang keteguhan dan ketidakberubahannya, menjadi saksi yang tak terbantahkan atas perjanjian antara TUHAN dan umat-Nya.
Ayat ini membuka pintu bagi sebuah perdebatan penting tentang hubungan antara Allah dan umat-Nya. Ini bukan hanya tentang hukuman, tetapi juga tentang keadilan dan kesetiaan. TUHAN mengundang umat-Nya untuk menyajikan kasus mereka, untuk memahami mengapa tindakan mereka telah menimbulkan murka-Nya. Inti dari perdebatan ini adalah tentang pengingkaran terhadap perjanjian yang telah dibuat. TUHAN mengingatkan mereka akan perbuatan-perbuatan besar yang telah Dia lakukan untuk membebaskan dan membimbing mereka, namun balasan yang diterima justru adalah ketidaktaatan dan penyembahan berhala.
Dalam konteks yang lebih luas, Mikha 6:1 merupakan pengingat bahwa Allah adalah Allah yang adil dan suci. Dia peduli dengan bagaimana umat-Nya berinteraksi dengan Dia dan dengan sesama. Panggilan untuk berargumentasi ini mendorong umat untuk merefleksikan tindakan mereka, untuk mempertimbangkan konsekuensi dari pilihan-pilihan mereka. Ini adalah seruan untuk pertobatan, untuk kembali ke jalan kebenaran dan keadilan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta. Di tengah hiruk pikuk dunia yang seringkali mengabaikan kebenaran, ayat ini mengembalikan fokus kita pada suara TUHAN yang memanggil kita untuk mendengarkan, memahami, dan hidup sesuai dengan firman-Nya.