Nehemia 12:35

"Dan kelompok imam-imam yang memegang sangkakala, dan Zakharia bin Yonatan, bin Semaya, bin Matiya, bin Mikha, bin Zakur, bin Asaf."

Simbol Sangkakala dan Kitab Suci

Sukacita dalam Ibadah kepada Tuhan

Ayat Nehemia 12:35, meskipun sekilas tampak seperti daftar nama dan tugas, menyimpan makna penting tentang bagaimana ibadah kepada Tuhan seharusnya dirayakan. Ayat ini merupakan bagian dari catatan yang lebih panjang mengenai dedikasi tembok Yerusalem yang telah dibangun kembali di bawah kepemimpinan Nehemia. Di tengah-tengah kegembiraan dan rasa syukur atas pemulihan, umat Tuhan menyusun sebuah perayaan yang penuh dengan hikmat ilahi, melibatkan berbagai kelompok, termasuk para imam yang bertugas memegang sangkakala. Keberadaan mereka di sini bukanlah sekadar formalitas, melainkan simbol penting dari sebuah ibadah yang hidup dan bersemangat.

Keberadaan imam yang memegang sangkakala, seperti yang disebutkan dalam Nehemia 12:35, menunjukkan elemen penting dalam ibadah: keseriusan, peringatan, dan pemanggilan untuk berkumpul. Sangkakala tidak hanya menghasilkan suara yang merdu, tetapi juga memiliki tujuan yang lebih dalam. Dalam tradisi Israel kuno, sangkakala digunakan untuk berbagai tujuan: untuk memanggil umat berkumpul, untuk memberi tanda bahaya, untuk mengumumkan hari raya, dan yang terpenting, untuk mengiringi pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Dalam konteks dedikasi tembok Yerusalem, bunyi sangkakala pasti membangkitkan rasa haru, kebanggaan, dan pengakuan atas pemulihan yang luar biasa yang telah dikaruniakan Tuhan.

Nama Zakharia bin Yonatan, yang disebutkan secara spesifik, menyoroti peran individu dalam kebersamaan ibadah. Zakharia adalah bagian dari keluarga imam yang memiliki tugas khusus. Ini mengingatkan kita bahwa ibadah kepada Tuhan bukanlah sesuatu yang impersonal, melainkan melibatkan setiap individu dengan talenta dan tanggung jawab yang unik. Bahkan dalam sebuah perayaan besar, setiap peran, sekecil apapun tampaknya, memiliki nilai dan kontribusinya. Keluarga Lewi, yang termasuk para imam, memiliki hak istimewa dan kewajiban untuk melayani di Bait Allah dan memimpin umat dalam penyembahan.

Lebih dari sekadar ritual, ayat ini menggarisbawahi pentingnya sukacita yang lahir dari pengalaman pemulihan dan keselamatan. Setelah bertahun-tahun dalam pembuangan dan kesulitan, tembok Yerusalem yang baru berdiri kokoh menjadi simbol kemenangan dan janji Tuhan yang ditepati. Perayaan yang melibatkan musik, nyanyian, dan bunyi sangkakala adalah ekspresi luapan hati yang bersyukur kepada Sang Pemberi berkat. Ibadah yang demikian mempersatukan umat, mengingatkan mereka akan kekuatan Tuhan, dan menginspirasi mereka untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Dalam kehidupan modern, kita juga dipanggil untuk membawa sukacita dalam ibadah kita kepada Tuhan. Meskipun kita mungkin tidak lagi menggunakan sangkakala secara harfiah, kita dapat mengekspresikan pujian dan penyembahan melalui musik kontemporer, doa yang tulus, kesaksian hidup, dan pelayanan kepada sesama. Seperti para imam di zaman Nehemia, kita masing-masing memiliki peran dan talenta yang dapat kita persembahkan untuk memuliakan nama Tuhan. Mari kita renungkan bagaimana kita dapat menghidupkan ibadah kita dengan semangat yang sama, sukacita yang meluap, dan pengakuan atas karya-Nya yang ajaib dalam hidup kita.