Ayat Nehemia 4:5 mengingatkan kita pada momen krusial dalam pembangunan kembali tembok Yerusalem di bawah kepemimpinan Nehemia. Setelah kepulangan dari pembuangan Babel, bangsa Israel menghadapi tugas monumental untuk memulihkan kota mereka, bukan hanya secara fisik tetapi juga spiritual. Tembok Yerusalem yang roboh bukan hanya lambang kehancuran, tetapi juga kerentanan terhadap ancaman musuh dan hilangnya identitas kota suci.
Namun, upaya mulia ini tidak luput dari perlawanan. Sanbalat, Tobia, dan berbagai pihak lain yang memiliki kepentingan antagonistik terhadap Israel, merasa terancam oleh kemajuan pembangunan. Kebangkitan amarah mereka menunjukkan betapa pentingnya tembok tersebut bagi keutuhan dan keamanan bangsa Israel, sekaligus betapa besar kekuatan yang menentang mereka. Mereka melihat kemajuan ini sebagai ancaman langsung terhadap kekuasaan dan pengaruh mereka atas wilayah tersebut.
Perlawanan yang muncul tidak hanya berupa kebencian verbal, tetapi juga ancaman fisik dan upaya sabotase. Ayub 4 mencatat lebih lanjut bagaimana musuh berencana untuk menyerang Yerusalem dan menimbulkan kekacauan. Dalam situasi seperti ini, sangat mudah bagi orang-orang untuk menjadi takut, putus asa, dan menghentikan pekerjaan mereka. Rasa gentar dan keraguan bisa dengan cepat menyebar, mengikis semangat juang.
Namun, Nehemia dan bangsa Israel tidak menyerah pada ketakutan. Reaksi mereka terhadap perlawanan ini menjadi pelajaran berharga. Alih-alih membalas dengan kekerasan atau menyerah, Nehemia mengambil tindakan yang bijaksana dan penuh iman. Ia mengorganisir para pekerja dengan memegang alat pembangunan di satu tangan dan senjata di tangan lainnya. Ia menempatkan penjaga di titik-titik strategis di sepanjang tembok. Lebih penting lagi, ia mengingatkan umatnya untuk mengingat Tuhan, berjuang demi keluarga mereka, dan tidak takut pada musuh.
Nehemia 4:5 mengajarkan kita bahwa dalam setiap usaha yang baik dan benar, akan selalu ada tantangan dan perlawanan. Musuh yang tidak menginginkan kebaikan atau kemajuan kita akan selalu mencari cara untuk menghalangi. Kemanapun kita melangkah untuk membangun, memulihkan, atau melakukan hal yang benar, kemungkinan besar kita akan menghadapi "Sanbalat" dan "Tobia" versi kita sendiri.
Kunci untuk mengatasi tantangan ini, seperti yang ditunjukkan oleh Nehemia, bukanlah pada kekuatan fisik semata, tetapi pada iman yang teguh. Mengingat Tuhan, menyerahkan kekhawatiran kita kepada-Nya, dan memiliki tujuan yang jelas (berjuang demi keluarga, nilai-nilai, atau tujuan yang lebih besar) adalah sumber kekuatan yang luar biasa. Perlawanan seharusnya tidak membuat kita berhenti, tetapi justru memotivasi kita untuk lebih bersandar pada kekuatan ilahi, mempersiapkan diri dengan baik, dan tetap fokus pada tugas yang diemban.
Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita menghadapi tantangan di tempat kerja, dalam hubungan, atau dalam pelayanan. Mungkin ada kritik, gosip, atau bahkan sabotase halus. Ingatlah kisah Nehemia 4:5. Ketika perlawanan muncul, jangan biarkan amarah atau ketakutan menguasai. Sebaliknya, perkuat imanmu, persiapkan dirimu, dan teruslah membangun. Tuhan yang akan memberikan kekuatan dan kemenangan di tengah badai.