Simbol kesaksian dan perjanjian
"Kesombongan hatimu telah menipu engkau, hai engkau yang diam di celah-celah batu, yang mendiami tempat yang tinggi. Sekalipun engkau membuat sarangmutinggi seperti rajawali, dari sana Aku akan menjatuhkan engkau, firman TUHAN."
Kitab Obaja adalah salah satu kitab kenabian kecil dalam Perjanjian Lama, yang secara khusus berbicara tentang penghakiman Tuhan terhadap bangsa Edom. Bangsa Edom memiliki hubungan historis yang erat dengan Israel, sebagai keturunan Esau, saudara Yakub. Namun, dalam banyak kesempatan, bangsa Edom menunjukkan permusuhan dan kesombongan terhadap umat pilihan Tuhan. Ayat pembuka ini, meskipun berasal dari Obaja 1:3, seringkali diinterpretasikan dalam konteks yang lebih luas tentang bagaimana kesombongan, apapun latar belakangnya, akan berujung pada kejatuhan.
Ayat ini secara gamblang menggambarkan bahaya kesombongan. Obaja menyoroti bangsa Edom yang "diam di celah-celah batu" dan "mendiami tempat yang tinggi." Ini bisa diartikan secara harfiah, merujuk pada geografi Edom yang berbukit-bukit dan penuh ngarai yang sulit dijangkau, atau secara kiasan, menggambarkan rasa aman dan superioritas yang mereka rasakan. Mereka merasa tidak tersentuh, seolah-olah benteng alam mereka tidak dapat ditembus oleh kekuatan manapun.
Namun, Tuhan menyatakan bahwa kesombongan hati merekalah yang telah menipu mereka. Kesombongan seringkali membutakan seseorang dari realitas, membuatnya merasa lebih kuat dari yang sebenarnya, dan meremehkan ancaman yang ada. Ini adalah ilusi yang diciptakan oleh diri sendiri, sebuah perangkap yang membuat seseorang merasa aman padahal sebenarnya rentan. Penekanan pada "kesombongan hatimu" menunjukkan bahwa akar masalahnya adalah sikap batiniah, bukan sekadar posisi fisik.
Ancaman Tuhan, "dari sana Aku akan menjatuhkan engkau," adalah sebuah pernyataan yang kuat dan definitif. Tidak peduli seberapa tinggi benteng yang dibangun, seberapa kokoh tempat berlindung yang diciptakan, atau seberapa besar rasa aman yang dirasakan, tidak ada yang dapat menghalangi kekuasaan Tuhan. Metafora "membuat sarangmu tinggi seperti rajawali" menekankan usaha mereka untuk mencapai ketinggian dan keamanan yang absolut, namun hal ini justru menjadi sasaran empuk bagi intervensi ilahi.
Pesan dalam Obaja 1:3 memiliki relevansi abadi. Ia mengingatkan kita bahwa kesombongan adalah jalan menuju kehancuran. Baik dalam skala individu, komunitas, maupun bangsa, sikap merendahkan orang lain, merasa diri paling benar, atau mengandalkan kekuatan duniawi secara berlebihan, pasti akan berujung pada kejatuhan jika tidak disertai kerendahan hati dan pengenalan akan kedaulatan Tuhan. Kitab Obaja, melalui ayat ini, memberikan peringatan keras tentang konsekuensi dari hati yang sombong dan ancaman akan penghakiman yang tidak bisa dihindari.
Kisah Edom menjadi pengingat bagi kita untuk terus menerus menguji hati kita, menjaga diri dari jebakan kesombongan, dan senantiasa berserah kepada Tuhan. Keamanan sejati tidak terletak pada benteng yang tinggi, melainkan pada hubungan yang benar dengan Sang Pencipta.