Pengkhotbah 2:19

"Siapakah yang akan mewarisi segala jerih payah yang telah kulakukan di bawah matahari dengan bekerja keras?"

Ayat Pengkhotbah 2:19 ini terucap dari hati seorang pengkhotbah yang bijak, merenungkan hakikat dari segala usaha manusia. Setelah ia melakukan segala macam pekerjaan besar, membangun rumah, menanam kebun anggur, membuat kolam, dan mengumpulkan harta benda, ia bertanya pada dirinya sendiri, "Untuk siapa semua ini?" Kekayaan, kemuliaan, dan segala kenikmatan duniawi yang telah ia raih dengan jerih payahnya, pada akhirnya akan jatuh ke tangan orang lain. Sebuah pertanyaan yang menggema tentang efemeralitas dan sifat sementara dari pencapaian duniawi.

Renungan ini mengajarkan kita bahwa segala sesuatu yang kita kumpulkan di dunia ini, betapapun besar dan berharganya bagi kita, tidak akan kita bawa saat kematian menjemput. Harta benda, kedudukan, bahkan warisan pengetahuan yang kita kumpulkan, semuanya akan beralih ke generasi berikutnya, atau mungkin kepada orang yang tidak kita kenal. Ini bukanlah ajaran untuk berputus asa dalam bekerja atau meraih kesuksesan, melainkan sebuah pengingat penting untuk menempatkan nilai pada hal-hal yang lebih kekal.

Duniawi seringkali terasa begitu nyata dan penting. Kita menghabiskan sebagian besar hidup kita untuk mengejar materi, membangun reputasi, dan mencari pengakuan. Namun, Pengkhotbah mengingatkan kita bahwa ini semua adalah "kesia-siaan dan pgejar angin" jika tidak disertai dengan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan hidup yang sebenarnya. Bayangkan seorang petani yang bekerja keras menanam ladang, menyiram, dan merawatnya hingga panen. Namun, begitu hasil panen siap, seluruh hasil panen tersebut diambil oleh orang lain. Betapa sedihnya perasaan itu.

Ayat ini memanggil kita untuk refleksi yang lebih dalam. Apa yang kita lakukan hari ini? Apakah kita membangun harta untuk sementara, atau kita membangun fondasi untuk kekekalan? Apakah kita bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan keinginan sesaat, atau kita juga memberikan waktu dan tenaga untuk hal-hal yang memiliki nilai rohani dan abadi? Pengkhotbah tidak melarang kita untuk menikmati berkat Tuhan, tetapi ia menekankan agar kita tidak terikat pada hal-hal duniawi semata.

Oleh karena itu, ketika kita merenungkan Pengkhotbah 2:19, marilah kita diingatkan untuk menggunakan karunia dan sumber daya yang Tuhan berikan dengan bijaksana. Berinvestasi dalam hubungan yang baik, dalam pengetahuan yang mencerahkan, dalam pelayanan kepada sesama, dan yang terpenting, dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta. Karena pada akhirnya, kekayaan sejati bukanlah apa yang kita kumpulkan di dunia ini, melainkan apa yang kita tabur untuk kekekalan. Marilah kita berusaha untuk meraih harta yang tidak akan pernah hilang, yaitu harta rohani yang akan menyertai kita selamanya.